PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: Mei 2012

Jumat, 25 Mei 2012

Filipina Bakal Impor 100 Ribu Ton Beras

Otoritas Pangan Nasional Filipina (National Food Authority/NFA) menyatakan akan membeli 100 ribu ton beras dari Vietnam dan Thailand. NFA akan membuka tender akhir tahun ini untuk lebih dari 20 ribu ton guna memenuhi syarat impor di negara itu. Agen pengadaan beras negara itu akan memulai penawaran kepada dua eksportir beras terbesar di dunia tersebut. Administrator NFA, Angelito Banayo, akan memastikan pengapalan tiba sebelum musim panen pada Juli mendatang. "Kami mengirim undangan hari ini ke Thailand dan Vietnam untuk 100 ribu ton beras," seperti dikutip ABSCBNnews.com, Selasa 22 Mei 2012. Dua negara tersebut akan berpartisipasi pada tender untuk 20 ribu ton beras tersisa yang akan ditawarkan Filipina. Kamboja mungkin juga akan menjadi pemasok beras untuk Filipina. Pembelian tersebut adalah bagian dari rencana impor beras Filipina pada 2012 sebesar 500 ribu ton. Jumlah ini masih jauh dibandingkan rekor impor beras negara itu yang pernah mencapai 2,45 juta ton pada 2010. Pedagang beras swasta dan kelompok tani juga diizinkan untuk membawa kelebihan beras sebanyak 380 ribu ton awal tahun ini. Filipina biasanya membeli sebagian besar kebutuhan beras dari eksportir terbesar kedua di dunia, Vietnam. Sementara sisa kebutuhan impornya dipenuhi dari penjual asal Thailand. Pembelian beras oleh Manila ini mungkin akan menaikkan harga. Pekan lalu harga beras Vietnam tergelincir dengan lemahnya permintaan. Harga beras kualitas pecah 5 persen turun menjadi US$ 430 per ton di Pelabuhan Saigon. Padahal sebelumnya harga beras mencapai US$ 440-445 per ton. Adapun harga beras Vietnam dengan kualitas pecah 25 persen jatuh dari US$ 395-400 per ton menjadi hanya US$ 390 per ton. Sebaliknya harga beras Thailand mencapai titik tertinggi dalam tujuh bulan karena penawaran pasar yang ketat. Sebab, pemerintah Thailand bergerak untuk mendorong harga di tengah permintaan asing yang menurun. Harga patokan beras Thailand untuk kualitas 100 persen kelas B naik 5 persen menjadi US$ 640 per ton. Sementara beras kualitas pecah 5 persen kelas beras putih naik dari US$ 595 per ton menjadi US$ 612 per ton. Awal bulan ini Menteri Pertanian Proceso Alcala mengatakan Filipina sudah berada pada jalur menuju target produksi 18,46 juta ton beras tahun ini, sehingga bisa swasembada beras pada akhir 2013.

Rabu, 16 Mei 2012

Stok Aman, Pemerintah Belum Putuskan Impor Beras

Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso mengatakan bahwa hingga saat ini pemerintah belum memutuskan untuk melakukan impor beras. Karena, stok beras di gudang Bulog hingga hari ini mencapai hampir 2 juta ton. Hal tersebut disampaikan Sutarto saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, (16/5). "Pemerintah hingga sampai saat ini belum memutuskan kapan akan impor beras, kapan atau jadi tidaknya impor itu tergantung hitung-hitungannya pemerintah," katanya. Sutarto mengatakan, pencapaian stok beras bulog hingga dua juta ton dikarenakan panen pertama tahun ini cukup baik yakni mencapai 1,7 juta ton. "Dengan serapan panen 1,7 juta ton tersebut, jadi hari ini stok di gudang Bulog mencapai sekitar 2 juta ton," ungkapnya. Dia menjelaskan bahwa stok beras Bulog kali ini jauh lebih baik ketimbang tiga tahun sebelumnya. Meski demikian, pencapaian tersebut masih belum bisa mengungguli stok beras pada tahun 2009 yang mencapai lebih dari 2 juta ton. "Stok kita saat ini jauh lebih baik jika dibandingkan 2008, 2010, dan 2011. Kita kalah pada 2009 saja yang stoknya di atas 2 juta ton," ucapnya. Dia menambahkan, dengan produksi saat ini, perlu atau tidaknya impor beras tergantung hitungan pemerintah. Sementara, hingga saat ini pemerintah belum memutuskan untuk mengimpor beras. "Sementara masalah kebutuhan beras cukup apa tidaknya, ya hitungannya kan dalam satu bulan konsumsi beras kita mencapai 2,7 juta per bulan, dengan stok beras di pasaran dan Bulog. Terserah pemerintah apakah akan melakukan impor apa tidak, yang pasti hingga sampai saat ini belum ada perintah untuk melakukan impor," tambahnya.

Mentan: Stok Beras Cukup

Pemerintah belum membahas rencana kemungkinan impor beras. Pasalnya, pertumbuhan produksi beras hingga semester II-2012 ini masih cukup baik. Menteri Pertanian Suswono mengatakan, produksi beras selama periode Januari-April 2012 ini di atas tiga persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. "Sekarang ini kita tidak membicarakan apakah ada impor atau tidak tapi akan kita bicarakan setelah bulan Juli. Kita lihat prospek produksi sampai akhir tahun ini," ujarnya, saat dijumpai di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (25/4). Menurut Suswono, pemerintah saat ini masih memiliki cadangan beras sebanyak 300 ribu ton, ditambah cadanga beras milik Bulog sebanyak 1,5 juta ton. Sehingga, belum perlu dilakukan impor beras dalam waktu dekat ini. "Serapan Bulog untuk musim panen ini cukup baik, 250 persen di atas periode pertama Januari-April tahun lalu. Stok beras Bulog lumayan sekarang, yang lebih penting bagaimana kemampuan Bulog menyerap produksi pada bulan-bulan berikutnya sepanjang tahun ini," jelasnya.

Punya Stok Beras 2 Juta Ton, Pemerintah Pede Tak Impor

sampai saat ini belum memutuskan untuk impor beras. Karena, stok beras di gudang Bulog hingga hari ini mencapai hampir 2 juta ton. "Pemerintah hingga sampai saat ini belum memutuskan kapan akan impor beras, kapan atau jadi tidaknya impor itu tergantung hitung-hitungannya pemerintah," kata Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso ketika ditemui di Kantor Kementerian Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (16/5/2012). Diungkapkan Sutarto,sementara hingga sampai saat ini serapan panen pertama tahun ini cukup baik yakni mencapai 1,7 juta ton. "Dengan serapan panen 1,7 juta ton tersebut, jadi hari ini stok di gudang Bulog mencapai sekitar 2 juta ton," ungkapnya. Sutarto bilang, stok 2 juta ton beras tersebut jauh lebih baik dibandingkan di 2008, 2010, dan 2011. "Stok kita saat ini jauh lebih baik jika dibandingkan 2008, 2010, dan 2011. Kita kalah pada 2009 saja yang stoknya di atas 2 juta ton," ucapnya. Ditegaskan Sutarto, untuk masalah kapan impor beras kembali ke pemerintah. Apakah dengan produksi saat ini cukup dan tidak perlu impor lagi. "Sementara masalah kebutuhan beras cukup apa tidaknya, ya hitungannya kan dalam satu bulan konsumsi beras kita mencapai 2,7 juta per bulan, dengan stok beras di pasaran dan Bulog. Terserah pemerintah apakah akan melakukan impor apa tidak, yang pasti hingga sampai saat ini belum ada perintah untuk melakukan impor," tandasnya.

Senin, 14 Mei 2012

Pemerintah Berikan Izin Impor Jagung 200 Ribu Ton

Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengatakan Mei ini pemerintah sudah memberikan izin impor jagung sebesar 200 ribu ton untuk pakan ternak. Jumlah ini hanya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan ternak pada Juni mendatang. Kran impor jagung untuk pakan ternak ini jauh lebih rendah dari kebutuhannya karena tiap bulan setidaknya industri pakan ternak membutuhkan jagung 560 ribu ton. “Impor 200 ribu ton ini untuk Mei saja, sisanya harus dicari dari jagung lokal, sedangkan bulan-bulan berikutnya kami belum tahu bagaimana,” kata Ketua Umum GPMT, Sudirman, ketika dihubungi Tempo, Ahad, 13 Mei 2012. Menurut dia, volume importasi jagung untuk industri pakan ternak sepanjang Januari-Maret tahun ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Impor jagung pada Januari-Maret tahun ini hanya 260 ribu ton, jauh dibanding periode sama tahun lalu sebesar 600 ribu ton. Sedangkan total impor jagung 2011 mencapai 3,144 juta ton. Tahun ini, kata Sudirman, kebutuhan jagung untuk pakan ternak meningkat dari 6 juta ton pada tahun lalu menjadi 6,75 juta ton tahun ini. Hitungan ini didapat dari perkiraan total konsumsi pakan ternak sebesar 13,5 juta ton yang terdiri dari 12,3 juta ton pakan ternak dan 1,2 juta ton pakan ikan. “Separuhnya dari jumlah konsumsi itu adalah kebutuhan jagung,” kata dia. Sementara itu Menteri Pertanian Suswono mengakui pihaknya sudah memberikan surat rekomendasi impor jagung untuk industri pakan ternak sebesar 200 ribu ton. Volume ini diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak sepanjang Juni karena pada bulan itu petani juga mulai panen raya jagung. “Produksi hasil panen raya di Juni ini untuk memenuhi stok dan kebutuhan mulai Agustus mendatang. Jadi impor untuk kebutuhan Mei tidak boleh lebih dari 200 ribu ton,” ucap dia. Dia mengungkapkan, menurut pengakuan pabrik pakan ternak, jagung lokal lebih disenangi daripada impor karena kualitas dan harganya yang lebih bersaing. “Kalau begitu tidak ada alasan dong untuk impor,” kata Suswono. Hanya, pabrik pakan ternak kesulitan mendapatkan pasokan jagung lokal. Suswono mengakui hal tersebut. Alasan pengangkutan menjadi penyebab mengapa produksi jagung lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan pabrik pakan ternak. “Petani tidak bisa penuhi secara langsung kebutuhan dalam jumlah banyak untuk pabrik-pabrik pakan. Masalahnya ada pada distribusi permintaan jagung,” ujarnya.

Kamis, 10 Mei 2012

Disetop, Realisasi Impor Gula Mentah Cuma 75%

Jakarta - Pemerintah telah hentikan impor gula mentah (raw sugar) sejak 30 April 2012 meskipun belum mencapai target, Jumlah raw sugar yang telah diimpor dan masuk ke sebesar 182.000 ton atau hanya 75% dari izin yang diberikan 240.000 ton. "Kegiatan importasi telah dihentikan per 30 April 2012. Jumlah yang tercatat masuk 182.000 ton," ujar Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi dalam konferensi pers di kantornya, Jalan MI Ridwan Rais, Jakarta, Kamis (3/5/2012). Bayu yakin pasokan gula di dalam negeri tetap akan terpenuhi karena musim penggilingan akan dimulai pada bulan Mei ini dan dilanjutkan ke tahap distribusi pada bulan Juni 2012. "Kita menunggu musim giling, dan dimulai dari bulan Mei ini, dan akan didistribusikan atau masuk pasar pada bulan Juni 2012," paparnya. Sementara itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo mengatakan, distribusi gula nantinya akan diarahkan pada Indonesia bagian timur karena pasokan gula dikawasan tersebut masih kekurangan. Harapannya harga gula di kawasan Indonesia timur tersebut tidak melonjak tinggi. "Pendistribusian supaya lebih cepat, karena daerah itu kan net consumer. Daerah itu kita awasi kalau ada rembesan-rembesan. Kemudian di Jawa sudah mulai mengurangi. Distribusinya kawasan timur Papua, NTB, Bali, Banjarmasin bahkan Pontianak ada," ujarnya. Terkait gambaran harga yang dimungkinkan naik, karena tidak tercukupinya kebutuhan gula, lanjut Gunaryo, hal tersebut sudah diwaspadai Kementeriannya. "Tapi ini gambaran, harga ini sudah harus kita sikapi dalam waktu dekat," tandasnya. Sebelumnya Dewan Gula Indonesia (DGI) merekomendasikan agar pemerintah mengimpor raw sugar (gula mentah) sebanyak 240.000 ton. Rekomendasi ini untuk menutupi kekurangan gula kristal putih (GKP) pada Mei 2012. Dewan Gula telah menyelesaikan audit ketersediaan gula nasional. Hasil dari audit disimpulan perlu ada tambahan gula hingga 261.068 ton gula kristal putih (GKP) di awal 2012. Adapun impor gula kristal putih sebanyak 240.000 ton itu akan diolah di dalam negeri sehingga bisa menutupi kebutuhan GKP. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) telah ditunjuk oleh kementerian perdagangan sebagai importir gula mentah atau raw sugar sebanyak 240.000 ton.

‘Impor karena Produksi bukan Pengadaan’

Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso Indonesia tahun ini diprediksi bakal mengimpor beras lagi. Sebagai satu-satunya lembaga yang mendapat tugas mengimpor, Bulog kerap dituding lebih menyukai impor ketimbang menyerap gabah dan beras dari dalam negeri. Berikut ini wawancara Agro Indonesia dengan Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso mengenai seputar kondisi pengadaan dan adanya prediksi impor. Sejauh ini sudah berapa besar pengadaan gabah dan beras Bulog? Sampai hari ini (Rabu, 25/4) pengadaan beras sudah sebanyak 1,23 juta ton. Saya perkirakan sampai besok (Kamis, 26/4) akan mendekati 1,3 juta ton. Jumlah ini jauh lebih besar dari dua tahun terakhir. Saya perkirakan capaiannya sebesar 160% dibandingkan tahun 2010 dan 2011. Dibandingkan 2008 mencapai 120%. Jika dibandingkan 2009 yang pengadaannya mencapai rekor tertinggi memang masih kalah. Pengadaan tahun ini, pada periode yang sama baru 70% dari 2009. Apa faktor pendongkrak pengadaan tahun ini lebih baik dari dua tahun terakhir? Meski sudah dimulai sejak tahun lalu, tapi mulai tahun ini saya terus mendorong gerakan semut. Melalui pasukan semut ini pengadaan dioptimalkan melalui jaringan di tingkat petani dan penggilingan kecil, bahkan hingga penebas padi. Bahkan saya mendorong Bulog di daerah bekerjasama dan kontrak dengan gabungan kelompok tani, seperti sudah dilakukan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Faktor lain? Saya juga mendorong lebih kencang mekanisme “dorong tarik”. Maksudnya, pihak pemerintah daerah melalui dinas pertanian dan penyuluh pertanian memberikan informasi mengenai kondisi panen, lalu Bulog menjemput bola membeli gabah. Mekanisme ini sudah berjalan dengan intensif di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan. USDA memprediksi Indonesia akan impor lagi sebanyak 2 juta ton. Bagaimana pendapat Anda? Soal impor tidak ada hubungannya dengan pengadaan, tapi soal produksi. Soal impor terkait dengan berapa kebutuhan dalam negeri dan berapa kemampuan produksi dalam negeri. Jika terjadi shortage atau kekurangan, maka sudah pasti akan ada impor. Jadi, kalau impor atau tidak impor, cukup atau tidak cukup, bukan terkait kemampuan pengadaan Bulog. Sebab, stok Bulog bisa berasal dari dalam negeri, tapi juga bisa dari luar negeri. Analisa Anda seperti apa? Berdasarkan analisa yang dibuat Bulog, penyediaan beras dari produksi dalam negeri ditambah impor selama 5 tahun terakhir, paling aman pada tahun 2008 dan 2009 menunjukkan harga beras sangat stabil. Kondisi tersebut dipicu dengan pertumbuhan penyediaan beras dari dalam dan luar negeri sebesar 5% per tahun. Jadi, yang paling aman dalam jangka waktu tiga tahun total penyediaan beras dari dalam negeri dan impor mencapai 15%, sehingga rata-rata setiap tahun harus mencapai 5%. Karena itu, jika pertumbuhan produksi di atas 5%, maka tidak akan ada impor. Tapi kalau kurang dari itu, kemungkinan akan impor. Artinya, produksi gabah/beras dalam negeri harus jauh di atas pertumbuhan penduduk sebesar 1,5% setiap tahun. Jadi, kalau produksi padi meningkat 5%, maka pemerintah tidak perlu mengimpor beras.

RI Bakal Impor Beras Lagi?

Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) baru saja merilis data bahwa tahun ini Indonesia bakal kembali mengimpor beras sebanyak 1,95 juta ton. Jumlah ini tak jauh berbeda dengan volume impor beras dalam dua tahun terakhir. Pada 2008 dan 2009, Indonesia mengimpor sebanyak 1,8 juta ton dan 1,9 juta ton. Dibandingkan dua tahun terakhir, produksi padi tahun ini diperkirakan relatif lebih baik. Tahun ini pemerintah menargetkan produksi padi sebanyak 68 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik sebanyak 3,2% dari tahun 2011 sebanyak 65,74 juta ton GKG. Sedangkan produksi 2010 sebesar 66,47 juta ton GKG. Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (27/4) menyatakan, meski USDA memprediksi Indonesia bakal mengimpor beras lagi dalam jumlah besar, tapi hingga kini di tingkat pemerintah belum ada pembicaraan secara resmi mengenai hal tersebut. “Dalam rakor ekuin belum ada pembicaraan impor atau tidak. Sebelum ada pembicaraan di rakor ekuin, biasanya akan dibicarakan di tim teknis setelah ada informasi terkini dan evaluasi produksi Januari hingga April,” tutur mantan Kepala BPS tersebut. Dari hasil pemantauan di lapangan, panen padi yang terjadi pada Januari-April cukup baik. Dari sisi produksi year on year, pertumbuhannya di atas 3%. Pemerintah berharap pertumbuhan produksi padi hingga akhir tahun tetap konsisten di angka tersebut. “Jadi, kalau melihat produksi padi, jangan dilihat produksi padi angka ramalan satu saja — yang hanya menghitung produksi Januari-Maret,” katanya. Data Kementerian Pertanian memperkirakan luas panen padi Januari-April seluas 5,715 juta hektare (ha) dengan produksi sebanyak 28,260 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 15,887 juta ton beras. Jika kebutuhan beras selama empat bulan tersebut sebanyak 11,363 juta ton atau sebesar 2,804 juta ton/bulan, maka diperkirakan akan ada surplus beras sebanyak 4,523 juta ton Rusman mengatakan, faktor lain yang bisa dilihat dari membaiknya produksi padi tahun ini adalah penyerapan gabah dan beras oleh Bulog yang 50% di atas tahun lalu pada periode yang sama. Stok Bulog sampai kini mencapai 1,5 juta ton, padahal sudah dikurangi untuk penyaluran beras masyarakat miskin (raskin) ke-13 dan operasi pasar awal tahun yang cukup besar. Jika pada 2012 pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi 3,2%, ungkap Rusman, maka pada 2013 dan 2014 sasaran produksi ditetapkan masing-masing sebesar 6,5%. Meski ada peningkatan dua kali lipat, pemerintah optimis bisa mencapai target tersebut. “Angka tersebut bukan tidak masuk akal. Kita punya pengalaman bisa mencapai pertumbuhan produksi padi di atas 6%, yakni pada 2009 sebesar 6,75%,” tegasnya. Prediksi petani Pemerintah boleh saja optimis tak lagi impor beras. Tapi dari kalangan petani justru menganggap kemungkinan impor beras masih cukup besar. Hal ini karena pertumbuhan produksi padi yang tidak terlalu besar. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir kepada Agro Indonesia mengakui, panen padi pada musim rendeng memang lebih baik dari tahun lalu. “Meski masih ada serangan hama dan penyakit di beberapa tempat, tapi panen kali ini relatif bagus. Bahkan di beberapa tempat sudah ada yang mulai tanam musim gadu,” ujarnya. Namun, dari kalkulasi Winarno, untuk menutupi kebutuhan masih kurang. Sebab, panen tidak melimpah atau terjadi secara bersamaan. Akibatnya harga gabah dan beras di beberapa sentra padi masih cukup tinggi di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Data BPS, selama Maret 2012, rata-rata harga gabah kualitas gabah kering panen (GKP) di petani Rp3.621,41/kg dan di penggilingan Rp3.692,51/kg. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG) di petani Rp4.269,25/kg dan di penggilingan Rp4.360,88/kg. Harga GKP dan GKG tersebut masih di atas Inpres yang diteken Presiden pada 27 Februari lalu. Dalam Inpres No.3/2012, HPP GKP dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10% sebesar Rp3.300/kg di petani dan Rp3.350/kg di penggilingan. Sedangkan harga GKG dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3% Rp4.150/kg di penggilingan dan Rp4.200/kg di gudang Bulog. Sementara HPP beras dengan kualitas kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 2%, dan derajat sosoh minimum 95% sebesar Rp6.600/kg di gudang Bulog. Winarno mengatakan, meski panen berlangsung selama dua hingga tiga bulan, yakni Maret-Mei, tapi tidak bersamaan. Panen bertahap dari mulai Jawa Timur, lalu Jawa Tengah, berlanjut ke Jawa Barat. Bahkan, pada Mei diperkirakan masa panen musim rendeng akan selesai. Karena panen tidak bersamaan, harga gabah di tingkat petani tetap tinggi di atas HPP. “Jadi, meski BPS tidak mengeluarkan secara resmi angka ramalan pertama produksi padi, tapi kenyataan di lapangan tidak bisa dibohongi. Harga terlihat masih tinggi,” katanya. Dengan pertumbuhan produksi padi yang tidak terlalu besar, Winarno memprediksi pengadaan Bulog juga tidak bisa melonjak seperti yang ditargetkan sebesar 4,1 juta ton. Jika Bulog dapat melakukan pengadaan sebanyak 2 juta ton sudah sangat besar. Apalagi tahun lalu, Bulog hanya bisa menyerap sebanyak 1,5 juta ton beras. Data Perum Bulog, pengadaan hingga 27 April sebanyak 1,253 juta ton dari volume kontrak sebesar 1,370 juta ton. Stok Bulog saat ini sebesar 1,643 juta ton. Menurut Winarno, meski masih ada peluang pengadaan pada musim gadu, tapi sangat kecil. Dari pengalaman selama tiga tahun terakhir sulit bagi Bulog membeli gabah saat musim gadu karena harganya akan tinggi. Sebab, petani sedikit yang menjual gabah dan lebih banyak menyimpan. “Kesempatan Bulog untuk melakukan pengadaan adalah pada Maret sampai Mei. Karena itu paling maksimal Bulog hanya bisa menyerap sebanyak 2 juta ton. Jadi kalau ada prediksi Indonesia akan impor lagi sebesar 2 juta ton, itu sangat mungkin,” tuturnya.

Rabu, 09 Mei 2012

RUU Pangan Bakal Stop Kebiasaan Impor Beras

Anggaran Kementan Sudah Dinaikkan Tapi Impor Kok Jalan Terus Komisi IV DPR akan menghentikan kebiasan pemerintah mengimpor beras dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan. Berdasakan data Badan Pu¬sat Statistik (BPS), selama tri¬wulan I-2012 beras impor yang ma-suk mencapai 770,3 ribu ton senilai 420,7 juta dolar AS atau Rp 3,8 triliun. Padahal, suplai be-ras dari dalam negeri sudah cu¬kup berlimpah dari panen raya Maret lalu. Untuk Januari, beras impor yang masuk ke tanah air se¬banyak 355,9 ribu ton seni¬lai 205,1 juta dolar AS. Se¬men¬tara pada Feb¬ruari 297,4 ribu ton beras impor senilai 154,3 juta dolar AS masuk ke Indo¬nesia. Sedangkan Maret, jumlah beras impor yang masuk 117 ribu ton dengan nilai 61,2 juta dolar AS. “Pemerintah kan bilang tidak mau impor beras tahun ini, tapi ki¬ta tidak tahun nantinya. Ma¬ka-nya kebiasaan impor pe¬me¬rintah akan kita batasi oleh Un¬dang-Undang,” kata Wakil Ketua Ko¬misi IV DPR Viva Yoga Mau¬ladi kepada Rakyat Merdeka, Jumat. Tapi, kata Viva, soal impor itu akan diatur dalam pasal yang ber¬beda dengan impor pangan untuk ben¬cana alam. Pasalnya, jika ter¬jadi bencana alam peme¬rintah ma¬¬sih diberikan kewe-nangan un¬tuk impor. Dalam RUU Pangan itu juga me¬nyebutkan impor pangan ha¬nya bisa dilakukan untuk pa¬ngan yang tidak diproduksi di dalam ne¬geri. Sedangkan untuk bahan pa¬ngan yang sudah di-produksi di da¬lam negeri, tidak boleh dibuka kran impor. Kendati begitu, impor beras bisa dilakukan pemerintah jika pro¬duksi dan cadangan me¬nga¬lami penurunan. Ditanya berapa persen am¬bang batas penurunan produksi yang mem¬perbolehkan peme¬rintah un¬tuk melakukan impor, Viva me¬ngatakan, angka untuk itu tidak diatur. “Intinya, impor jangan mem¬buat harga pangan turun dan me¬nyengsarakan petani,” jelasnya. Sekjen Dewan Tani Angga¬wira pesimis pemerintah dan Bu¬log akan menghentikan kebia¬sa¬an-nya mengimpor beras. Me¬nurut dia, Ke¬menterian Per¬ta¬nian (Kemen¬tan) selama ini te¬rus kampanye¬kan target surlus be¬ras 10 juta ton pada 2014. Ta¬pi, hingga kini un¬tuk memenuhi ke-butuhan beras untuk rakyat mis¬kin (raskin), pe¬merintah ma¬sih harus melakukan impor. Upaya Kementan un¬tuk meme¬nuhi surplus beras de¬ngan me¬naikkan anggaran juga be¬lum ter-lihat hasilnya. Bahkan, da¬lam dua tahun terkahir ke¬men¬terian yang dipimpin Suswono itu meli¬patkan anggarannya dari Rp 8,03 triliun pada 2010 menjadi Rp 17,8 trili¬un, tapi tetap tidak bisa meng¬hen¬tikan kebiasan im¬pornya. “Ta¬hun lalu saja impor berasnya men¬capai 1,8 juta ton,” tandas Wira. Ketua Himpunan Pengusaha Mu¬da Indonesia (Hipmi) Bidang Agri¬bisnis Desi Arianti menga-ta¬kan, saat ini ada 16 komoditas pangan dalam daftar impor pe¬merintah dan nilainya saat ini mencapai Rp 100 triliun.

Pemerintah tidak Impor Beras Tahun Ini

Pemerintah tidak akan mengimpor beras tahun ini. Pemerintah yakin kebutuhan beras nasional dapat terpenuhi. Bahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) menargetkan surplus beras 2 juta ton tahun ini. "Sekarang tak ada planning mengimpor 2012, kecuali beras yang harus masuk pada Januari dan awal Februari," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa usai menggelar rapat koordinasi ketahanan pangan di kantornya, Rabu (4/1). Rakor diikuti oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Pertanian Suswono, Menteri/Kepala PPN Armida Alisjahbana, dan Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso. Karena tidak impor beras, Hatta meminta Bulog untuk mengoptimalkan pembelian beras dari petani. Pasalnya, impor beras selama ini dilakukan lantaran Bulog tidak mampu menyerap beras lokal karena harganya yang tinggi melebihi HPP (harga pembelian pemerintah). Pada tahun 2011, Bulog melakukan impor beras hingga 1,9 juta ton untuk menutup stok beras nasional. Sebanyak 1,3 juta ton sudah masuk gudang Bulog sedangkan sisanya akan masuk pada Februari hingga Maret. Panen raya pun diperkirakan akan dimulai pada Februari. Ditemui di kesempatan yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengamini ucapan Hatta. Ia juga berjanji akan mengoptimalkan pembelian beras oleh Bulog untuk menyerap beras petani. "Kita target tahun ini tidak impor. Karena itu pemerintah meminta Bulog mengadakan stok akhir hingga 2 juta ton," kata Sutarto. Sutarto bahkan menargetkan akan menyediakan stok hingga 4 juta ton beras, 2 kali lipat dari pengadaan yang diminta pemerintah. Stok itu akan berasal dari public service obligation (PSO) sebanyak 3,6 juta ton, dan sisanya 400 ribu ton dari komersial.

Bulog Komitmen Jalin Kerja Sama dengan Gapoktan

Surabaya - Bulog Divisi Regional Jawa Timur berkomitmen menjalin kerja sama dengan menggaet gabungan kelompok tani/gapoktan di provinsi ini karena ingin menghilangkan persepsi masyarakat bahwa Bulog hanya bekerja sama dengan pedagang besar. Kepala Bulog Divisi Regional Jatim, Rito Angky Pratomo, menjelaskan, upayanya untuk berkomitmen menggandeng Gapoktan tersebut juga diiringi usahanya bekerja sama dengan mitra kerja skala kecil. "Langkah kerja sama dengan Gapoktan dan mitra kerja skala kecil lebih efektif seiring keberadaan mereka yang menyebar di pelosok desa sehingga kedekatannya terhadap petani sangat tinggi," katanya, ditemui dalam Rapat Koordinasi dan Penandatanganan MoU Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2012, di Surabaya, Kamis. Menurut dia, upayanya tersebut bisa disebut sebagai kerja sama dengan jaringan semut. Melalui bentuk kemitraan tersebut pihaknya meyakini dapat menyerap beras sebanyak 1.036.350 ton selama tahun 2012. "Apalagi, pada tahun 2011 penyerapan beras kami hanya terealisasi 411.764 ton," ujarnya. Mengenai jalinan kemitraan yang ada sekarang, sebut dia, Bulog telah memiliki 837 mitra kerja. Dari jumlah tersebut, 522 mitra atau 62,4 persen merupakan mitra kerja aktif dan ada 241 mitra kerja skala kecil. "Sementara, Gapoktan yang kami ajak kerja sama ada 328 kelompok dengan jumlah yang aktif 174 Gapoktan," katanya. Terkait kinerja Bulog dengan pola kemitraan baik mitra kerja skala kecil maupun Gapoktan pada masa kini, tambah dia, dari target 1.036.350 ton maka realisasinya hingga 1 Mei 2012 tercatat 423.270 ton. "Dengan kinerja tersebut, kami optimistis target serapan beras tahun 2012 dapat terwujud," katanya. Di samping itu, kata dia, sampai sekarang semangat petani untuk menanam padi dan menyalurkan beras ke Bulog kian besar. Bahkan, cuaca pada tahun ini lebih baik dibandingkan kondisi tahun 2011. Secara keseluruhan, pola penyerapan beras saat ini mirip dengan tahun 2008. "Pada momentum tersebut (2008), beras yang kami serap dari petani mencapai sekitar 975.025 ton. Sementara, penyerapan beras Bulog pada periode Januari-April 2008 tercatat mencapai 205.694 ton," katanya. Pada kesempatan yang sama, Asisten II Pemprov Jatim, Hadi Prasetyo, mengemukakan, sangat bangga dengan kinerja Bulog dalam menyerap beras petani. "Apalagi, per tanggal 2 Mei 2012 sudah mencapai 432.461 ton di Jatim atau melebihi penyerapan beras Jawa Tengah yang mencapai 365.000 ton per tanggal serupa," katanya. Ia optimistis, tahun ini serapan Bulog Divre Jatim bisa terealisasi sesuai target menyusul angka penyerapan Subround I/2012 lebih besar dibandingkan tahun 2011. "Untuk itu, kamipun berkomitmen membatasi impor beras di Jatim kalau ada beras impor di sini hal tersebut hanya transit," katanya.

Raskin Kendalikan Laju Inflasi

JAKARTA – Penyaluran beras miskin (raskin) oleh Perum Bulog mampu mengendalikan laju inflasi. Berdasarkan pantauan langsung di beberapa kota besar di Indonesia, kenaikan harga beras dapat dikendalikan melalui penyaluran raskin. Demikian kesimpulan lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomi Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM). Hasil penelitian itu dipaparkan dalam workshop bertema Pengaruh PSO Bulog (Raskin dan CBB) terhadap Risiko Inflasi dan Anggaran yang digelar di kantor Bulog, Jakarta, Selasa (8/5). Catur Sugiyanto, peneliti dari P2EB menjelaskan, peningkatan penyaluran raskin satu persen secara nasional bisa menurunkan indeks harga konsumen sebesar dua persen. Dengan demikian, secara nasional rata-rata alokasi raskin memengaruhi daya beli masyarakat. ’’Kenaikan harga beras terbukti mampu ditekan dengan adanya penyaluran raskin oleh Perum Bulog. Ketika harga beras terkendali, inflasi pun tidak menanjak tajam. Ujung-ujungnya, daya beli masyarakat tetap terjaga,’’ jelas Catur. Selain itu, penyaluran raskin berperan memberi jaminan ketersediaan bahan makanan. Survei lapangan dilakukan di tujuh provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Peneliti terjun langsung memantau pergerakan harga di pasar-pasar besar. Mereka juga mewawancarai para pengusaha beras. Catur menjelaskan, inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari pergerakan harga beras eceran medium yang dikontrol oleh Bulog melalui public services obligation (PSO). ’’Penyaluran raskin yang dilakukan oleh Bulog akan menyebabkan harga eceran beras turun pada saat yang bersamaan,” katanya. Harga eceran beras medium, lanjutnya, menjadi faktor yang memengaruhi harga penjualan beras oleh Bulog kepada pemerintah. Pertumbuhan harga beras medium menjadi pertimbangan yang signifikan dalam menentukan naik turunnya harga penjualan beras pemerintah. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengakui pembahasan soal beras tidak pernah ada habisnya. ”Dalam sehari, saya bisa dua kali mengikuti rapat yang membahas soal beras. Ini memang kebutuhan dasar rakyat kita,” jelas Sutarto. Workshop yang membahas pengaruh penyaluran raskin terhadap inflasi ini digelar dalam rangkaian HUT ke-45 Bulog. Sutarto mengatakan, Bulog ikut bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Salah satu caranya dengan melakukan pembelian gabah dari petani saat panen, dan menyalurkan raskin kepada masyarakat yang membutuhkan. Hingga akhir April 2012, Bulog sudah menyalurkan raskin sebanyak 1,1 juta ton kepada kepala keluarga miskin (KKM). Angka ini telah mencapai 82,3 persen dari target penyaluran raskin tahun ini sebesar 1,3 juta ton setara beras. Setiap KKM mendapat jatah 15 kilogram raskin per bulan secara merata. Total penerima raskin seluruh Indonesia sebanyak 17,488 juta KKM pada 2012 ini

Selasa, 08 Mei 2012

Kenapa Bulog Harus Impor Beras

Bulog sendiri berharap tidak ingin melakukan kebijakan impor. Kebijakan impor beras yang dilakukan Perum Bulog merupakan kebijakan yang tak bisa dihindari, karena kebutuhan dan produksi beras dalam negeri tidak seimbang. Bulog sendiri berharap tidak ingin melakukan kebijakan impor itu. Namun, merujuk dari fakta di lapangan dan realitas politik, Bulog harus melakukan impor beras. "Di Bulog, kebijakan yang sifatnya politis lebih besar, ketimbang hitungan teknis dan analitis," kata Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, di Yogyakarta, Senin, 7 Mei 2012. Menurut dia, berdasarkan hasil catatan Bulog, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini hanya tiga kali pemerintah tidak melakukan impor beras yakni pada 1993, 2008, dan 2009. "Tapi, tetap saja kebijakan impor beras dianggap haram dan itu ulahnya Bulog," ujar Sutarto. Sutarto melanjutkan, Bulog telah berusaha keras untuk memenuhi stok beras dengan memperluas basis pemasukan gabah melalui strategi "dorong-tarik" dan pengembangan "jaringan semut". Strategi ini, dia melanjutkan, ditujukan untuk mempercepat arus pengadaaan melalui kerja sama Bulog dengan Pemda. Pemda mendorong produksi padi dan kelompok taninya, sedangkan Bulog menyerap hasil produksi. Sutarto mengungkapkan, strategi jaringan semut yakni Bulog membeli gabah dan beras petani, langsung dari kelompok tani dan penggilingan-penggilingan kecil yang sarananya terbatas. Bulog juga mendorong masuknya mitra-mitra baru dengan sistem pelayanan yang mudah, cepat, dan sederhana. "Sampai akhir April, pembelian Bulog telah mencapai di atas 1,32 juta ton atau naik 57 persen dari pengadaan tahun lalu," ujarnya. Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, menambahkan, perlu penguatan agribisnis untuk meningkatkan ekonomi perberasan seiring perubahan perilaku konsumen dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan beras yang mereka inginkan. "Kualitas beras Bulog harus tidak lagi sebatas beras raskin," katanya. Bayu menyebutkan, dari 240 juta masyarakat Indonesia, sekitar 100 juta yang tinggal di desa dan 120 juta di kota. Diperkirakan sekitar 40 juta orang yang berada di 10 kota besar masuk kategori kelas menengah ke atas yang memiliki penghasilan di atas Rp20 juta per bulan, sehingga membutuhkan beras dengan kualitas yang berbeda.