PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 09/02/12

Minggu, 02 September 2012

Terus Impor Beras, Peran Bulog Minimalis

Rencana pemerintah mengimpor beras dari Kamboja sebanyak 100.000 ton per tahun menunjukkan lemahnya fungsi Perum Bulog dalam menjamin ketersediaan pangan.
Apalagi rencana impor beras dari Kamboja ini dilakukan untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Sebelumnya, Indonesia juga sudah mengikat kontrak impor beras dengan Thailand dan Vietnam.

"Dalam draf rancangan undang-undang untuk perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, Bulog harus lebih diberdayakan. Di dalam undang-undang yang lama, peranannya tidak spesifik dan terlalu umum," kata anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar Firman Subagyo di Jakarta, Jumat.

Fungsi Bulog, menurut Firman, harus diperbaiki serta menjadi lembaga independen dan bertanggung jawab pada ketahanan pangan. Saat ini peran Bulog lebih mengarah pada bisnis dan mencari keuntungan.

"Selama ini terjadi kerancuan terkait harga patokan pemerintah (HPP), di mana Bulog tidak mengetahui pasti berapa HPP beras. Ketika beras mahal atau di atas HPP, Bulog lebih memilih impor dengan harga di bawah HPP," katanya.

Sementara itu, pengamat pertanian/Guru Besar Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan, perlu ada kerja sama antara Bulog, khususnya Divisi Regional Bulog dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Bahkan, kewenangan ke daerah lebih baik lagi jika mencakup penanganan gizi buruk dan kerawanan pangan yang bersifat mendadak.

"Selama ini Bulog kerap dituding merugikan masyarakat tidak mampu. Bulog membeli beras kualitas buruk dengan harga lebih rendah demi mendapatkan profit," katanya.
Bustanul menyebutkan, dilema muncul dalam internal Bulog karena dibebani harus mendapat keuntungan, meski juga harus menjalankan pelayanan publik. Selain itu juga perlu dilakukan pengawasan ketat secara bersama agar Bulog tidak terjebak pada pola kerja seperti sebelumnya.

"Dalam hal ini, Bulog jangan mengambil untung saat menjalankan fungsi sosialnya untuk masyarakat. Yang utama harus dibenahi adalah sistem ketahanan pangan," katanya.
Terkait hal ini, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, anomali cuaca yang terjadi beberapa waktu terakhir menyebabkan Indonesia terpaksa melakukan impor beras.

"Sikap kami dalam mengimpor (beras) adalah untuk berjaga-jaga. Karena banyak proyeksi dari sejumlah lembaga yang mengisyaratkan anomali cuaca akan lebih banyak terjadi di masa depan, sehingga ada kekhawatiran pasokan pangan tidak mudah," katanya.

Penetapan jumlah impor beras sendiri, menurut dia, terkait produksi dan produktivitas beras nasional yang juga diharapkan bisa mencapai 10 juta ton (surplus) pada 2014. Besaran stok penyangga beras (buffer stock) yang masuk kategori aman berada pada di kisaran 2-3 juta ton. Namun, di Indonesia hingga saat masih di bawah 2 juta ton.

Seperti diketahui, pada Januari hingga November 2011, Indonesia mengimpor beras sebanyak 2,5 juta ton senilai 1,3 miliar dolar AS dari Thailand dan Vietnam. Konsumsi beras Indonesia sendiri sebesar 140 kilogram per kapita per tahun.

Kementerian Pertanian menargetkan produksi 67,82 juta ton gabah kering giling atau setara 37,98 juta ton beras di lahan seluas 13,538 juta hektare