PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 03/16/12

Jumat, 16 Maret 2012

KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN Konsep Hanya Bagus di Atas Kertas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan rencana aksi nasional (RAN) pangan dan gizi (PG) 2011-2015. RAN ini merupakan panduan pelaksanaan pembangunan pa ngan dan gizi bagi institusi pemerintah, organisasi nonpemerintah, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Konsep dan strategi pembangunan di bidang pangan ini tampaknya memang selalu ada, bahkan terus disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Namun, hingga saat ini belum terbukti adanya suatu peningkatan produksi pangan di dalam negeri, minimal untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang secara otomatis mendongkrak permintaan. Seperti diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia sebesar 3,5 juta hingga 4 juta orang per tahun (sekitar 1,49 persen) memicu kerawanan pangan. Penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 237,6 juta jiwa pada 2010 akan membawa berbagai implikasi terkait peningkatan kebutuhan. “Terutama kebutuhan dasar penduduk, seperti pa ngan, kesehatan, dan pendidikan,” katanya di Jakarta, kemarin. Dia juga menambahkan, tingginya pertumbuhan dan tekanan penduduk sangat berdampak pada lingkungan. Dampaknya menyangkut ketersediaan lahan pertanian yang makin terbatas. Tentunya ini mengancam ketersediaan pangan bagi penduduk. Untuk itu, diperlukan upaya simultan antara peningkatan ketahanan pa ngan dan pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Jika tidak, maka ketahanan pangan melalui peningkatan produksi di dalam negeri tidak bisa mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, apalagi jika mengandalkan impor. Dalam hal ini, pemerintah harus tegas menentukan program untuk meningkatkan produksi pa ngan. Apalagi, luas lahan yang digunakan untuk pertanian tanaman pa ngan menurun secara drastis dari tahun ke tahun. Sementara itu, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HK TI) Sutrisno Iwantono mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan Indonesia tergantung pada negara lain dalam masalah pangan. Ini sama saja membahayakan nasib masyarakat, bangsa, dan negara. “Dalam kondisi sulit, setiap bangsa tentu akan berusaha menyelamatkan diri sebelum memikirkan negara lain. Karena itu, kita tidak boleh berharap selalu bisa impor pangan dari negara lain,” katanya. Untuk itu, President Advocacy Center for Indonesian Farmers (ACIF) ini meminta kalangan petani, terutama anggota dan pengurus HKTI, berkonsentrasi mengatasi ancaman krisis pangan pada 2011. Dalam hal ini, kebutuhan pangan nasional tidak bisa tergantung pada impor dan harus diproduksi sendiri secara mandiri. “Menggantungkan kebutuhan pangan masyarakat pada negara lain sangat berbahaya. Seminggu tanpa beras, negara ini pasti ambruk. Karena itu, Indonesia harus swasembada pangan. Caranya harus mendorong petani untuk menanam tanaman pangan. Kuncinya petani harus dapat hidup layak dari hasil panennya,” ujarnya. Prioritas Menurut dia, kebijakan pemerintah yang membebaskan bea masuk impor bahan pangan harus berstatus sementara dalam kondisi darurat. Dalam hal ini, tidak boleh menjadi insentif negatif bagi petani dalam negeri. Untuk itu, harus diikuti pula dengan upaya-upaya perlindungan petani, terutama di saat musim panen seperti sekarang. Harga gabah/beras petani tidak boleh jatuh, dan Perum Bulog harus lebih sigap dalam mengamankan harga gabah/beras petani. Lebih jauh Iwantono menjelaskan, program-program yang mendesak dan diprioritaskan untuk direalisasikan segera meliputi pencetakan sawah baru, peningkatan produktivitas, pencegahan konversi lahan pertanian, pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi, kepastian ketersediaan sarana produksi (terutama pupuk bersubsidi), serta kredit usaha tani. Ini harus dilakukan karena dunia juga memperingatkan akan terjadi krisis pangan mulai 2011 ini. Masalah perubahan iklim, kegiatan spekulasi, diversifikasi penggunaan bahan pangan, dan kenaikan permintaan, semua itu merupakan faktor-faktor yang menyulut krisis pangan. “Pemerintah harus cepat dan tepat merespons,” ucap Iwantono. Langkah Terkait hal ini, Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Kementerian PPN/ Bappenas Nina Sardjunani mengatakan, sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2010 menginstruksikan kepala daerah serta menteri terkait untuk mengambil langkah yang diperlukan dalam upaya menjaga ketahanan pa ngan dan perbaikan gizi masyarakat. Nina menyebutkan, Kementerian PPN/Bappenas bertanggung jawab dalam penyusunan RAN pangan dan gizi 2011-2015, dan selanjutnya pemerintah provinsi melalui gubernur diinstruksikan untuk menyusun rencana aksi daerah untuk pangan dan gizi pada 2011. Dokumen RAN PG 2011-2015 mencakup lima bagian utama, yaitu pendahuluan, pangan dan gizi sebagai investasi pembangunan, analisis situasi pangan dan gizi, rencana aksi, dan matriks rencana aksi. Penyusunan RAN PG menjadi kegiatan rutin setiap lima tahun sejak satu dekade lalu dengan dikeluarkannya RAN PG 2001-2005 dan 2006-2010. Sebelumnya, kalangan DPR meminta pemerintah memberi perhatian serius terhadap makin meningkatnya impor bahan pa ngan guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika tidak, pemerintah sama saja dengan mengingkari substansi dari Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002. Apalagi, hingga saat ini makin banyak bahan pangan yang harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ketua Komisi IV DPR Ahmad Muqowam, di Jakarta, kemarin, mengemukakan, dalam PP tersebut, pemerintah menggariskan mengenai ketahanan pa ngan, kedaulatan pangan, dan swasembada pangan. “Dalam PP ini ditegaskan bahwa pengadaan pangan harus bertumpu pada sumber daya lokal dan menghindari ketergantungan pada impor,” katanya. Namun, berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan, dia mengatakan, makin banyak bahan pa ngan yang harus diimpor dari berbagai negara. Di sisi lain, lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk keperluan lain juga makin luas. Saat ini, enam bahan pangan pokok yang pasokannya makin tergantung pada impor, yaitu garam, beras, jagung, kedelai, gula, dan daging. “Garam kita harus impor dari Australia 1,8 juta ton per tahun. Indonesia merupakan negara bahari, namun garam saja impor,” tuturnya. Sementara impor beras, hingga Juni 2011 diperkirakan mencapai 1,5 juta ton. Begitu juga kebutuhan jagung, masih harus tergantung pada pasokan impor 60 persen dari kebutuhan, kedelai 80 persen, serta gula lebih dari 55 persen. Selanjutnya, impor daging pada 2010 sebanyak 95 ton, meski untuk tahun ini pemerintah memproyeksikan impor daging hanya 67 ton.

Alih Fungsi Lahan Pertanian Perlu Kajian Untung Rugi

Bupati Serdang Bedagai Ir HT Erry Nuradi MSi minta petani dapat berpikir lebih visioner dan melakukan kaji ulang apabila berniat untuk melakukan alih fungsi lahan pertanian dari lahan tanaman padi dan palawija menjadi lahan perkebunan. Pengalihan fungsi lahan pertanian dari lahan pertanian menjadi kawasan perkebunan sawit di beberapa tempat di Kabupaten Sergai perlu diawasi instansi terkait dan diberikan pemahaman untung ruginya kepada para petani. Penegasan itu diungkapkan Bupati Erry Nuradi disela-sela temu petani usai melakukan panen raya padi musim tanam “B” tahun 2010 di Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan, Senin (7/2) yang juga dihadiri Wakil Bupati Ir H Soekirman, Wakil Ketua HKTI Sumut Gusti Ritonga, pejabat PT Petro Kimia Gresik Eko Setiono, Wakil Ketua TP PKK Ny Hj Marliah Soekirman, anggota DPRD Sergai, pengurus Gapoktan dan tokoh masyarakat setempat. Lebih lanjut bupati menyebutkan, dengan adanya beberapa kawasan pertanian di Sergai yang dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan sawit dikhawatirkan akan mengurangi tingkat swasembada beras yang selama disandang daerah ini. Padahal Pemkab Sergai dan DPRD setiap tahunnya terus memberikan perhatian yang besar kepada petani termasuk memberikan bantuan saprodi dalam upaya peningkatan produksi gabah di Sergai. Sebagaimana diketahui areal pertanian Kabupaten Sergai pada tahun 2010 seluas 40.598 hektar yakni sawah beririgasi 35.393 hektar dan tidak berisigasi 5.205 hektar. Daerah ini berhasil memproduksi beras sebesar 229.199 ton dan swasembada sebanyak 142.250 ton. Produksi itu terus diupayakan peningkatannya melalui berbagai program bantuan dari pemerintah dan alih teknologi pertanian, kata bupati. Disinggung mengenai adanya rehabilitasi jaringan irigasi primer dan sekunder di beberapa kecamatan sejalan dengan penyelesaian irigasi Sei Ular,ada sekitar 11.320 hektar lahan pertanian yang berada di daerah irigasi intake (DI) Buluh, DI Perbaungan dan DI Bendang harus dilakukan tunda tanam padi untuk satu musim tanam. Selama rehabilitasi jaringan itu, kepada petani di ketiga daerah irigasi intake tersebut sementara waktu diminta dapat melakukan peralihan tanaman komoditi dari padi sawah ke komoditi palawija jagung dan kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan benih palawija itu, Pemkab Sergai telah mengusulkan kepada Kementerian Pertanian dan Pemprovsu dapat membantu cadangan benih nasional 2011 berupa jagung 85.155 kg untuk 5.677 hektar dan kedelai 225.720 kg untuk 5.643 hektar yang dijadwalkan ditanam pada bulan April sampai Juni 2011. Untuk itu peran serta dan kerjasama seluruh anggota masyarakat terutama petani dan para stakeholder sangat diharapkan mensukseskan program ini,ujar Bupati Erry Nuradi. Sementara itu, dari analisa usaha tani padi sawah hasil ubinan yang dilakukan di lahan milik Wabup Ir H Soekirman produksi rata-rata setiap hektar gabah kering mencapai 7.955 kg dan harga jual di tingkat petani saat ini mencapai Rp 4.050/kg, sehingga penerimaan kotor mencapai Rp 32.217.750 per hektar. Sedangkan untuk biaya usahatani padi sawah setiap hektar terdiri dari sarana produksi Rp 2.108.000 biaya tenaga kerja Rp 5.771.775 biaya lain-lain berupa PBB, iuran P3A sebesar 452.500 sehingga total biaya usahatani untuk satu hektar lahan sawah mencapai Rp 8.332.275. Dari perhitungan itu petani yang memiliki sendiri lahan sawah, berhasil memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 23.885.475 untuk satu hektar lahan sawah. Sedangkan bagi petani penyewa dikenakan tambahan sewa lahan setiap hektar sebesar Rp 3.750.000.

Bulog siapkan operasi pasar antisipasi kenaikan BBM

Jakarta. Dampak jika harga BBM dinaikkan niscaya akan ke sektor apa saja. Perum Bulog menyiapkan operasi pasar beras untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas tersebut. Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, di Jakarta, Selasa, menyatakan, pihaknya telah menyiapkan stok beras yang diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga empat bulan ke depan. “Jika pemerintah menetapkan untuk segera melakukan operasi pasar kembali kami telah menyiapkannya,” katanya. Bahkan, jika pemerintah meminta perusahaan logistik milik negara tersebut untuk menambah penyaluran raskin (beras untuk masyarakat miskin), menurut Sutarto, pihaknya juga telah siap. Dia katakan, selama ini pelaksanaan OP beras Bulog berdasarkan permintaan Pemerintah Daerah (Pemda). Meskipun harga beras di wilayah tertentu mengalami kenaikan, tambahnya, jika Pemda setempat menetapkan tidak perlu dilakukan OP makan Bulog juga tidak akan menggelar operasi pasar. “Oleh karena itu ke depan bila perlu Bulog saja yang menetapkan OP tak usah menunggu Pemda. Kalau menunggu Pemda ada yang tidak mau melakukan OP meskipun harga sudah naik,” katanya. Menyinggung realisasi operasi pasar beras yang dilakukan Perum Bulog, mantan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian itu mengungkapkan, untuk 2012 hingga Februari telah mencapai 210.856 ton atau lebih dari 50 persen dari total 2011 yang sebanyak 402.864 ton. OP beras tersebut terdiri berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) maupun secara komersial yang mana untuk 2012 masing-masing sebanyak 169.238 ton dan 41.618 ton. Sedangkan untuk 2011 realisasi OP beras dari CBP sebanyak 221.955 ton dan secara komersial sebanyak 180.910 ton. Sementara itu dari total pemasukan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, pada 2011 sebanyak 855.936 ton, lanjutnya, Bulog menyumbang sekitar 14 persen atau 114.814 ton. Sedangkan mengenai penyaluran raskin pada 2012, menurut Sutarto jumlahnya masih sama dengan tahun lalu yakni 3,41 juta ton untuk 17,49 juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 13 bulan dengan volume 15 kg/bulan/RTS.