PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 09/01/12

Sabtu, 01 September 2012

RI Menandatangani MoU Impor 100.000 Ton Beras dengan Kamboja

Di sela-sela pertemuan menteri ekonomi se-ASEAN, Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan telah menandatangani Nota Kesepahaman impor beras 100.000 ton dengan Menteri Perdagangan Kamboja Cham Prasidh pada pertemuan para Menteri Ekonomi se-ASEAN ke 44.
Ini disampaikan Gita di kementeriannya di Jakarta, Jumat ( 31/8/2012 ). "Pemerintah Kamboja berkomitmen untuk menyediakan beras maksimal 100.000 ton per tahun," kata Gita.
Gita menjelaskan, ini dilakukan pemerintah bila sewaktu-sewaktu Indonesia memerlukan cadangan beras nasional guna ketahanan pangan. Ia mengklaim, Nota kesepahaman ini pun sifatnya tidak mengikat ini berlaku sejak 2012 hingga 2016 .
Ini dilakukan pemerintah sebagai opsi terakhir.Menurutnya, ini dengan pertimbangan kondisi pasokan dan kebutuhan, kondisi produksi di ke dua negara, serta tingkat harga beras internasional.
"Dengan demikian, apabila Indonesia harus melakukan impor, maka Indonesia dapat mengimpor dari negara yang memberikan harga lebih murah dengan kualitas yang cukup baik," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya bersama dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Laos, serta Menteri Perdagangan Filipinan juga telah melakukan Nota Kesepahaman Proyek Percontohan Kedua untuk Pelaksanaan Sistem Sertifikasi Mandiri di kawasan Indonesia, Laos, dan Filipinan guna fasilitasi pelaku usaha dalam mengekspor produknya ke negara ASEAN pada saat pertemuan para menteri ekonomi se-ASEAN ke 44

Indonesia Terpaksa Impor Beras Karena Anomali Cuaca

Anomali cuaca yang terjadi beberapa waktu terakhir menyebabkan Indonesia terpaksa melakukan impor beras, kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.

"Sikap kami dalam mengimpor (beras) adalah untuk berjaga-jaga karena banyak proyeksi dari sejumlah lembaga yang mengisyaratkan anomali cuaca akan lebih banyak terjadi pada masa depan, sehingga ada kekhawatiran pasokan pangan tidak mudah," kata Gita di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (31/08).

Keputusan jumlah impor beras, menurut Mendag, terkait dengan produksi dan produktivitas beras nasional yang juga diharapkan bisa mencapai 10 juta ton surplus pada 2014.

Gita mengatakan "buffer stock" beras yang aman berada pada jumlah 2-3 juta ton sedangkan buffer stock Indonesia hingga saat ini mencapai di atas 2 juta ton.

"Ini jadinya akan sama terhadap penyikapan dari kami untuk jumlah impor dari negara yang sudah menandatangani nota kesepahaman bersama kami termasuk Kamboja, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Thailand," jelas Gita.

Gita tidak bisa memberikan jumlah pasti impor beras yang akan dilakukan Indonesia dengan alasan semua terkait kepada buffer stock yang harus disediakan. "Itu juga harus dikaitkan dengan sejauh mana produksi dan produktivitas beras Indonesia," kata Gita.

Selain itu dalam pertemuan bilateral saat Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-44, Kamboja menyatakan keinginannya untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam penyediaan beras sebanyak 100 ribu ton.

"Mereka (Kamboja) minat sekali bekerja sama dengan Indonesia, tapi kami berupaya untuk memberikan payung supaya Badan Urusan Logistik (Bulog) bisa melakukan negosiasi dengan masing-masing mitranya di sejumlah negara itu," kata Gita.

Indonesia pada Januari hingga November 2011 mengimpor beras sebanyak 2,5 juta ton dengan nilai 1,3 miliar dolar AS dari negara seperti Thailand dan Vietnam. Konsumsi beras Indonesia sebesar 140 kilogram per kapita per tahun.

Kementerian Pertanian pada 2012 menargetkan dapat memproduksi 67,82 juta ton gabah kering giling (GKG) yang sama dengan 37,98 juta ton beras dengan menggunakan lahan seluas 13,538 juta hektare.

Target Swasembada, Tapi akan Impor Beras

Upaya Pemerintah dalam melakukan swasembada pangan terlihat tidak serius. Sebab Kemendag akan mengimpor beras dari Kamboja sebanyak 100 ribu ton per tahun.

Menurutnya, impor beras 100 ribu ton per tahun sebagai langkah untuk memenuhi konsumsi beras dalam negeri, serta sebagai antisipasi jika terjadi cuaca buruk yang bisa berdampak pada pertanian Indonesia.

Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada, Revrisond Baswir menilai, impor beras yang dilakukan pemerintah merupakan tindakan yang tidak produktif. Alasannya, karena hanya memikirkan jangka pendek tanpa melihat ke depannya.

“Pemerintah tidak memikirkan dampak kedepannya bagi petani, yang nantinya petani tidak akan mendapatkan insentif. Ini jelas merugikan petani dalam negeri,” katanya kepada INILAH.COM, Sabtu (1/9/2012).

Revrisond juga menuturkan, impor beras bisa menyebabkan harga beras lokal akan turun dan para petani dalam negeri tidak bisa bersaing sehingga menyebakan produki beras kita menurun. Penurunan beras nantinya juga akan berimbas pada target pemerintah di tahun 2014.

Pada sebelumnya, pemerintah gencar menyuarakan swasembada pangan. Salah satunya suplus 10 juta ton beras pada 2014. Namun, dalam pencapaian target tersebut seharusnya pemerintah bekerja keras untuk mendorong dan memfasilitasi para petani agar produksi beras dalam negeri meningkat, bukan malah melakukan impor beras.

“Fokuskan dalam memperkuat Bulog. Bulog harus membeli beras dari petani dengan harga yang pantas, sehingga petani pun mendapatkan insentif yang lebih baik dari pada menjual ke tengkulak,” ujarnya.

Lanjutnya, saran pemerintah untuk mengurangi jumlah konsumsi beras yang dilakukan masyarakat juga merupakan tindakan salah. “Gita itu, mengatasi perdagangan saat ini saja mengalami devisit terus dan saran ke masyarakat mengurangi beras jelas salah,” ucapnya.