PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: Juli 2012

Kamis, 26 Juli 2012

SBY Ingin Kembalikan Peran Bulog Seperti Sebelum RI Jadi Pasien IMF

Presiden SBY ingin melakukan revitalisasi Perum Bulog untuk mengembalikan BUMN itu sebagai stabilisator harga komoditas pangan utama kembali, seperti sebelum era IMF. Namun prosesnya tidak dapat dilakukan secara seketika.

Perlu ada perubahan terhadap payung hukum pembentukannya dan prosesnya dikerjakan secara lintas departemen teknis terkait dalam Kemenko Perekonomian.

"Satu-dua bulan ini dikaji bersama oleh kemenkeu, kemendag, kementan dan instasi terkait," ujar Staf Khusus Presiden bidang Pangan dan Energi, Jusuf Gunawan, usai rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (26/7/2012).

Menurutnya hasil kajian adalah masukan kepada Presiden SBY untuk keperluan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Bulog. Termasuk rekomendasi komoditas utama apa saja yang perlu Bulog jaga stabilitasi harganya dengan tetap memperhatikan pendapatan yang layak bagi produsen dan harga jual yang terjangkau oleh konsumen.

"Stabilisasi harga yang dapat berguna bagi konsumen dan produsen. Siapa produsen itu? Produsen itu adalah petani. Siapa konsumen itu? Kita semua, termasuk di dalamnya petani. Keseimbangan harus dibangun sedemikian rupa supaya harmonis," papar Jusuf.

Secara terpisah Jubir Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, menyampaikan Bulog memiliki peran yang vital stabilisasi harga dan menjaga stok beras. Memang selama ini kedelai tidak termasuk di dalam salah satu yang Bulog tangani, namun bila melihat rentannya pasokan ketersediaan pangan belakangan ini ketergantungan yang teramat sangat terhadap kedelai impor.

"Maka dipertimbangkan kembali untuk merevitasliasi atau mengoptimalkan peran Bulog yang dulu pernah dilakukan sebelum adanya kesepakatan dengan IMF. Mungkin akan dikembangkan ke beberapa komoditas lain yang dan pas dikelola Bulog. Ini masih dalam tahap pembahasan," papar Julian.

Seperti diketahui pada era Orde Baru, Bulog sebagai state trading enterprise (STE) yang dinotifikasi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Bulog memiliki hak istimewa dengan menjadi pemegang monopoli atas kebutuhan pokok di dalam negeri.

Namun semenjak IMF menjadi kreditur Indonesia, kewenangan Bulog terpangkas, setelah Letter of Intent (LoI) antara IMF dengan Pemerintah Indonesia 1998 ditandatangani status STE Bulog dihapus. Kewenangan Bulog hanya sebatas beras saja, dalam LoI yang ditandatangani 20 Januari 2000.

SBY Janji akan Fungsikan Lagi Bulog Sebagai Stabilisator Harga

Lonjakan harga kedelai impor belakangan ini membuat pemerintah berniat memperluas peran Perum Bulog untuk menstabilisasi harga pangan selain beras.

Keputusan penghapusan bea masuk impor sebesar 5% merupakan solusi jangka pendek yang pemerintah ambil untuk menekan harga kedelai. Untuk jangka menengah dan panjang, luas lahan pertanian kedelai akan ditambah dan mengembalikan fungsi Bulog seperti dahulu.

"Saya berpikir Bulog harus kita revitalisasi dan fungsikan kembali sesuai sejarah didirikannya dahulu, yaitu stabilisasi harga," ujar Presiden SBY.

Rencana ini disampaikannya dalam pembukaan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (26/7/2012). Agenda utama rapat petang hari ini adalah persiapan materi pidato nota keuangan dan postur RAPBN 2013 yang akan dipidatokan Presiden SBY dihadapan DPR dan DPD pada 16 Agustus 2012.

Sebelumnya dikatakan Presiden SBY bahwa kenaikan harga pada bulan ramadhan dan menjelang Idul Fitri, merupakan fenomena rutin dan wajar. Tapi khusus untuk kenaikan komoditas kedelai, menurutnya merupakan akibat dari kekeringan parah yang melanda negara-negara utama produsennya yaitu AS, Brasil dan Argentina.

Sejauh ini produksi dalam negeri baru mampu mencukupi 850 ribu ton dari kebutuhan kedelai per tahunnya mencapai 2,2 juta ton. Ketimpangan ini otomatis membuat Indonesia mengimpor kedelai dalam jumlah besar setiap tahunnya dan manakala terjadi kenaikan harga di tingkat dunia dengan sendirinya langsung terasa dampaknya di dalam negeri.

Di dalam konteks tersebut Presiden SBY berpikir perlu dilakukan stabilisasi harga. Bulog merupakan lembaga negara yang tepat menjalankan tugas tersebut. Tentunya yang perlu distabilkan harganya bukan hanya kedelai, melainkan juga beras dan jagung serta komoditas utama lainnya yang jadi hajat hidup orang banyak.

"Kita serahkan kepada tim, komoditas apa saja yang harus dijaga. Saya harap tidak terlalu lama. Tapi tentu Bulog juga harus tetap efisien, lebih responsive dan sehat," sambung SBY.

Menteri Perdagangan RI Apresiasi Program Bazaar Sembako Murah Pemko Batam


BATAM – Menteri Perdagangan Republik Indonesia Gita Wirawan meninjau langsung program pembagian 18.000 paket bazar sembako murah yang dilaksanakan Pemko Batam di Kecamatan Lubuk Baja, tepatnya di Kelurahan Tanjung Uma, Senin (23/7). Menteri Perdagangan di damping oleh Wakil Walikota Batam Rudi Se, MM, Kepala Dinas Perindag Kota Batam Ahmad Hijazi, Kabag Perekonomian Leo Putra, Camat Lubuk Baja serta Lurah Tanjung Uma.
Kehadiran Menteri Perdagangan RI sekaligus meresmikan Pasar Aviari Batuaji sebagi pasar tertib ukur serta Pemberian Penghargaan kepada Pelaku Usaha Peduli dan Ramah di Kota Batam.
Saat peninjauan Bazar sembako murah, Menteri Perdagangan memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Batam yang telah melaksanakan program bazar sembako murah, dengan program ini Pemerintah Daerah telah membantu masyarakat melalui subsidi smbako terutama memasuki bulan Ramadhan 1433 H.
Gita Wiryawan menghimbau dan memberi anjuran kepada masyarakat untuk tetap hidup hemat, tidak boros dan terlalu bersifat konsumtif, karena dengan tingginya tingkat konsumsi masyarakat maka tingkat kebutuhan produksi juga akan meningkat.
Kepala Bagian Perekonomian Setdako Batam, Drs. Leo Putra, M.Si, dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan Bazar sembako murah ini merupakan program rutin Pemko batam yang dibiayai APBD Kota Batam. Untuk tahun ini dianggarkan sebagnyak 18.000 paket untuk 12 Kecamatan se Kota Batam yang dibagikan dalam dua putaran.
Kegiatan ini mendapat respon positif dari masyarakat, hal itu dapat dilihat dengan antusiasme masyarakat yang tinggi saat bazar. Leo berharap kedepannya,jumlah bazaar sembako murah akan semakin meningkat tiap tahunnya.

Rabu, 25 Juli 2012

Rencana Impor Beras: Wujud Inkonsistensi

Sejak Kamis, 19 Juli 2012, beredar kabar di media massa bahwa Indonesia akan mengimpor beras tahun ini. Konon sampai satu juta ton (Detik Finance, 19 Juli 2012). Argumen yang disampaikan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, rencana impor sebesar satu juta ton itu untuk cadangan saja agar mencapai dua juta ton. Pemerintah berupaya menaikkan cadangan beras yang dikelola Bulog karena dikhawatirkan terdapat kekeringan ekstrem El-Nino dan gangguan lain yang akan melanda tahun 2012 ini.

Rencana impor beras tersebut tampak semakin nyata ketika situs Oryza News memberitakan bahwa Indonesia akan membeli beras dari Kamboja sebanyak 100 ribu ton (Kompas, 20 Juli 2012). Produksi beras Kamboja tahun 2012 diperkirakan naik enam persen, sehingga mencapai 2,7 juta ton, karena cuaca yang cukup bersahabat di sana. Recnana impor beras itu tentu menuai reaksi keras dari masyarakat karena angka ramalan produksi beras Indonesia tahun 2012 mencapai 68,6 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan menggunakan angka konversi 0,57, produksi beras tahun 2012 mencapai 39,1 juta ton beras. Artinya, Indonesia masih akan mengalami surplus beras hampir enam juta ton, jika angka konsumsi dihitung dengan batas atas 139,15 kg per kapita dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta jiwa.

Setelah menjadi berita besar dan mendapat kecaman dan reaksi keras dari masyarakat, Pemerintah kemudian secara serempak membantah rencana impor beras tersebut (Kompas, 21 Juli 2012). Apakah benar Indonesia akan melakukan impor beras tahun ini, ujian pertama yang harus dilalui adalah musim kering bulan Juli-September ini, yang secara kebetulan bersamaan dengan lonjakan konsumsi pangan yang besar karena Ramadan dan Idul Fitri.

Mengapa masyarakat Indonesia meningkatkan konsumsi pangan pada bulan suci penuh rahmah bagi umat Islam, tentu merupakan tema studi lain yang mungkin lebih menarik. Lonjakan harga beberapa pangan pokok sampai 30 persen adalah fakta tersendiri yang harus dipecahkan, bahwa stok pangan tidak boleh langka, apalagi sampai kehabisan. Beruntung bahwa Pemerintah telah menjamin bahwa stok dan pasokan pangan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, cabai, tepung terigu dan lain-lain akan aman sampai setelah Idul Fitri atau pada periode Agustus-September.

Apabila kenaikan harga dapat dikendalikan tidak terlalu liar, maka stok pangan di dalam negeri memang benar-benar aman. Khusus beras, panen raya bulan April-Mei yang lalu akan sangat menentukan kinerja pengadaan dan stok beras yang dikelola Bulog. Pada kondisi normal, Perum Bulog mampu melakukan pengadaan gabah di dalam negeri, dengan cara membeli gabah petani sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang berlaku. Bulog kemudian menyimpan beras tadi menjadi cadangan beras pemerintah (CBP), cadangan penyanggah dan cadangan lain yang digunakan untuk operasi pasar dan subsidi beras untuk keluarga miskin (raskin). Manajemen stok beras menjadi jargon wajib karena sistem produksi beras di Indonesia cenderung menumpuk (65 persen) pada musim tanam rendeng atau musim panen raya Maret-April.

Bulog yang menjadi pelaksana kebijakan ketahanan pangan seperti sekarang, tentu cukup sulit untuk menjalankan fungsi-fungsi strategisnya, apalagi untuk menjadi referensi bagi perjalanan ketahanan pangan Indonesia. Bahkan, kekhawatiran masyarakat tentang pemihakan pemerintah kepada petani dan rakyat miskin lain justeru semakin beasr, jika mengacu pada esensi dari kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP), seperti pada versi terakhir Inpres 3/2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Pada kebijakan terbaru bidang perberasan tersebut nyaris tidak terdapat fungsi strategis dalam menjaga dan membangun ketahanan pangan Indonesia, sangat jauh jika dibandingkan dengan konsep price-band policy yang menggabungkan kebijakan harga dasar gabah dan harga atap beras pada masa Orde Baru.

Tidaklah terlalu mengherankan apabila masih terdapat inkonsistensi kebijakan pangan, karena landasan strategis kebijakan pangan di Indonesia sampai saat ini masih rapuh. Masyarakat berharap banyak, bahkan terlalu tinggi, pada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan yang baru, sebagai revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Saat ini proses politik pembahasan RUU Pangan itu sedang tertunda karena para anggota parlemen sedang memasuki masa reses dan berjumpa konstituen pada daerah pemilihannya masing-masing. Masa sidang kembali akan dibuka nanti pada 16 Agustus 2012, bersamaan dengan penyampaian Nota Keuangan dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2013.

Perhatian utama dari masyarakat terhadap rencana impor beras tahun ini sebenarnya didorong dari rasa kepedulian atau bahkan pesimisme terhadap nasib dan kesejahteraan petani Indonesia. Petani padi Indonesia pasti akan sangat terpukul apabila beras impor sampai merasuk ke pelosok pedesaan pada sentra produksi padi. Bahwa usahatani padi yang secara politik sangat strategis dan menjadi penting pada saat Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah, ternyata masih jauh dari harapan.

Sistem politik dan pola perumusan kebijakan di Indonesia tidak berkontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan petani, terutama karena skala usaha ekonomi petani Indonesia yang tidak efisien. Sistem produksi padi di Indonesia melibatkan 15 juta rumah tangga usahatani (RUT) atau lebih dari 84 persen dari total 17,8 juta RUT di Indonesia. Lebih dari 9,5 juta (54 persen) RUT hanya menguasai lahan 0,5 hektar atau kurang, sehingga agak sulit berharap banyak bahwa petani padi akan mampu menikmati keuntungan ekonomi dan penghidupan yang layak.

Petani Indonesia sebenarnya tidak meminta sesuatu yang muluk-muluk, tapi pemihakan yang tulus dari pemerintah, sehingga mampu memahami permasalahan dan kesulitan yang dihadapi petani Indonesia. Petani Indonesia sangat sabar dan mengerti apabila jargon-jargon reforma agrarian yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Januari 2007 belum dapat direalisasikan sepenuhnya. Petani Indonesia sangat perlu seorang pendamping dan penyuluh pertanian lapangan yang andal, yang dapat dijadikan tempat bertanya, apabila terdapat serangan hama wereng cokelat.

Petani bukannya tidak menginginkan bantuan langsung masyarakat seperti pembagian uang Rp100 juta per Gabungan Kelompok Tani pada program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Uang sebesar itu apabila dibagi-rata kepada 100 orang petani, sehingga setiap petani menerima Rp1 juta rupiah potong biaya administrasi, tentu tidak akan berubah menjadi sesuatu yang produktif. Petani akan lebih berterima kasih apabila mereka mampu memperoleh tambahan motivasi dan peningkatan pemahama terhadap inovasi baru dan teknologi tepat-guna yang mampu meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Di sinilah cikal-bakal proses peningkatan kesejahteraan petani bermula dan perbaikan kehidupan masyarakat pada umumnya dapat diharapkan terwujud.

Kamis, 12 Juli 2012

Pemko Batam Gelar Sembako Murah Tahap Pertama


BATAM – Wali Kota Batam Ahmad Dahlan membuka kegiatan bazar sembako murah Pemerintah Kota Batam 2012, Rabu (11/7) bertempat di Kantor Lurah Batu Merah, Kecamatan Batu Ampar. Sebanyak 850 paket sembako yang tediri dari 5 kg beras, 3 liter minyak goreng dan 1 kg gula pasir dalam kemasan pabrik dijual kepada Masyarakat dengan harga limapuluh ribu Rupiah. Paket tersebut telah mendapat subsidi dari Pemko Batam sebesar 49,82 untuk setiap paketnya.
Kepala Bagian Perekonomian Leo Putra selaku ketua pelaksana mengatakan tujuan dari kegiatan ini merupakan kegiatan rutin Pemerintah Kota Batam dalam bentuk bantuan sembako bersubsidi kepada masyarakat Kota Batam.
“Kegiatan ini juga dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan meringankan beban pengeluaran masyarakat memasuki saat bulan Ramadan, Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru,” katanya.
Secara keseluruhan Pemko Batam melalui Bagian Perekonomian menyiapkan 18,000 paket untuk 12 Kecamatan Se Kota Batam yang dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama ini disalurkan menjelang Bulan suci Ramadhan 1433 H tanggal 11 Juli-07 Agustus 2012 yang dimulai di Kecamatan Batuampar tepatnya di Kelurahan Batu Merah yang akan di lanjutkan di sebelas Kecamatan lainnya. Sedangkan Tahap kedua dilaksanakan 23 Oktober-27 Nopember 2012 mendatang tepatnya menyambut Natal dan tahun baru, jelas Leo.
Walikota Batam Ahmad Dahlan dalam sambutannya mengatakan mengatakan krisis ekonomi dunia yang terjadi berdampak naiknya harga berbagai kebutuhan bahan pokok sangat membebani kehidupan masyarakat serta telah mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat, tidak terkecuali masyarakat di Kota Batam. Kondisi tersebut dikhawatirkan juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk rawan pangan.
Melalui pelaksanaan kegiatan bazar sembako tersebut Dahlan berharap dapat memberikan manfaat yang nyata bagi seluruh masyarakat Kota Batam dalam meningkatkan ketahanan, khususnya kebutuhan akan beras, gula pasir dan minyak goreng serta dapat meringankan beban hidup masyarakat dalam kondisi ekonomi saat ini. “Semoga kegiatan ini dapat berkelanjutan pada tahun-tahun mendatang,” ungkap Dahlan.
Kepada panitia pelaksana Dahlan berharap agar pelaksanaan kegiatan bazar sembako murah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan memberikan kemudahan pelayanan bagi para lansia, ibu hamil dan ibu yang memiliki balita serta agar selalu memperhatikan prinsip tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu dan tepat administrasi.
Dalam kesempatan tersebut Dahlan serahkan paket sembako secara simbolis kepada warga Batu Merah. Diakhir acara Dahlan ikut serta meninjau pembagian sembako murah, tak segan-segan menuliskan nama dan alamat warga yang buta huruf sebagai data pengambil sembako murah. Dan sebelum masuk ke dalam mobilnya, Dahlan menyempatkan diri menyerahkan sembako murah tersebut kepada warga yang sudah mengantri di truk sembako.

Bulog Jamin Tak Ada Beras Impor

Bulog Divre Jateng menjamin selama 2012 Jawa Tengah tidak akan menerima beras impor. Sebab selama Januari-Juni 2012 surplus beras di provinsi ini mencapai 2,225, juta ton, dengan total poduksi 3,986 juta ton.
"Kami tetap akan menggunakan beras produksi Jawa Tengah, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," kata Kepala Divre Perum Bulog Jateng Hari Susetyo, Rabu (11/7).
Menurut Hari, Jateng tak perlu khawatir kekurangan beras, sebab di sisa waktu panen gadu sampai dengan Desember nanti, Bulog masih bisa menyerap beras dari petani.
Sejak Januari-Juni, Bulog dapat menyerap 25 persen dari total surplus 2,225 juta ton, dan menyerap total produksi beras sebanyak 14 persen. Apalagi saat memasuki musim rendeng nanti, Bulog mampu menyerap 6.500-7.500 ton per hari, bila dibandingkan musim gadu yang hanya 2.500-3.500 ton per hari.
"Hasil surplus sebagian besar masuk ke gudang-gudang Bulog Jateng. Bila kapasitas gudang tidak mencukupi, Bulog masih memiliki 60 gudang filial milik pemasok beras mitra kerja Bulog," ujarnya.
Hari mengatakan, stok beras di wilayah Jateng cukup hingga Maret 2013. Saat ini stok beras di seluruh gudang Bulog mencapai 405.149 ton, dengan penyaluran raskin per bulan 44.000 ton.
Jumlah stok tersebut diprediksi dapat memenuhi kebutuhan konsumsi beras sampai sembilan bulan ke depan dengan rata rata pengadaan harian mencapai 2.500-3.500 ton per hari.
"Realisasi pengadaan beras sampai 11 Juli sudah mencapai 577.493 ton atau 73,87 persen dari prognosa 2012 yakni 781.750 ton. Bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ada peningkatan realisasi sebesar 111 persen," paparnya.
Guna memperluas area penyerapan beras dan meningkatkan produksi, Bulog melakukan jemput bola dengan kegiatan jaringan semut yang menggandeng gapoktan, dan penggilingan nonmitra.
Bulog juga bekerjasama dengan pemerintah kabupaten melalui penanaman padi dan membeli hasil produksinya. "Program jaringan semut mampu menyumbang hingga 10 persen dari penyerapan beras Bulog," tuturnya.
Soal harga beras, dia meminta ada pengawasan dari dinas terkait soal itu. Sebab bila harga di pasaran tinggi, Bulog akan sulit menyerap beras dari petani. "Tapi Bulog memiliki fungsi komersial, yakni dapat membeli dengan harga lebih tinggi dari HPP, kemudian dijual ke pasar," katanya.

Tahun Ini Bulog Tidak Impor Beras

Badan Urusan Logistik (Bulog) optimistis tahun ini tak akan melakukan importasi beras.

Hal tersebut dipacu proyeksi yang cukup positif terhadap surplus beras hingga akhir tahun yang bisa mencapai 5,5 juta ton.

Lantaran itu, Bulog pun menggenjot pengadaan beras petani bahkan hingga akhir Juli mendatang.

Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), produksi gabah kering giling (GKG) pada 2012 diproyeksi bisa mencapai 2,84 juta ton, atau naik 4,31 persen dibandingkan 2011.

“Tergantung bagaimana masalah iklimnya. Kalau iklim dan produksi baik, maka pada 2012 seyogyanya bisa surplus beras 5,5 juta ton. Saya tidak ingin impor beras,” ungkap Sutarto pada pemaparan kinerja semester pertama Perum Bulog, Rabu (4/7).

Bahkan, dia melanjutkan, jika iklim menunjang, maka pada akhir Desember mendatang, Bulog menargetkan tetap mampu melakukan pengadaan beras hingga 1,1 juta ton.

Menurutnya, angka ramalan tersebut bisa naik bila sistem pertanian mampu berjalan dengan baik, seperti bantuan pupuk dan benih, yang berjalan dengan lancar dan tidak tersendat.

Mentan: Mungkin Saja Impor Beras meski Surplus

Menteri Pertanian Suswono menyatakan impor beras untuk mencukupi kebutuhan yang meningkat menjelang puasa dan hari raya masih dimungkinkan meskipun produksi beras nasional mengalami surplus dengan kenaikan produksi mencapai 4,31%.

"Jika dibandingkan antara produksi dan permintaan, persediaan beras sampai September sudah mencapai tujuh juta ton sedangkan permintaannya lima juta ton, namun ketersediaan beras di pasar untuk masyarakat bergantung dari daya serap Bulog," kata Suswono di Jakarta, Selasa (10/7).

Suswono mengatakan bahwa pemerintah berharap Bulog tahun ini dapat menyerap setidaknya 3,5 juta ton beras dalam negeri. Sampai bulan Juni, serapan Bulog sudah mencapai 2,4 juta ton.

"Jika daya serap Bulog untuk beras lokal bagus dan lebih mengutamakan produksi dalam negeri, maka Indonesia tidak akan mengimpor beras," kata dia.

Suswono juga mengungkapkan bahwa ketersediaan bahan pokok lain selama bulan Ramadhan dan hari raya yang diperkirakan akan melonjak sampai saat ini masih dalam taraf aman.

"Untuk daging misalnya, stok daging untuk kebutuhan rumah tangga masih cukup sehingga tidak perlu impor tambahan, sementara untuk kebutuhan industri memang belum cukup," kata Suswono.

Suswono mengungkapkan bahwa selama tahun ini, dari 480.000 ton kebutuhan daging nasional, 399.000 ton di antaranya dipenuhi dari peternakan lokal.

Suswono juga mengakui bahwa mendekati bulan puasa ini, sudah ada gejolak kecil kenaikan harga bahan pokok, namun fluktuasi tersebut masih berada dalam taraf yang bisa dijangkau dengan daya beli masyarakat.

"Fenomena seperti ini rutin menjelang Ramadhan sehingga pemerintah masih bisa mengantisipasinya," katanya.

Jumat, 06 Juli 2012

Bulog Tak Impor Beras Lagi

Direktur Utama perum Bulog Sutarto Alimoeso memastikan Badan Urusan Logistik (Bulog) tahun ini tak akan impor beras. Hal ini dipacu proyeksi cukup positif terhadap surplus beras hingga akhir tahun yang bisa mencapai 5,5 juta ton. karena itu, Bulog pun menggenjot pengadaan beras petani bahkan hingga akhir Juli mendatang.

Sutarto Alimoeso menambahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), produksi gabah kering giling (GKG) pada 2012 diproyeksi bisa mencapai 2,84 juta ton, atau naik 4,31 persen dibandingkan 2011.

Menurutnya, angka ramalan bisa naik jika sistem pertanian mampu berjalan dengan baik, seperti bantuan pupuk dan benih, yang berjalan dengan lancar dan tidak tersendat. Sampai Mei ditarget 2 juta ton.

Hingga semester pertama 2012, jumlah pengadaan setara beras Bulog telah mencapai 2.336.217 ton. Posisi tersebut meningkat 83 persen dibandingkan realisasi penyerapan Bulog setara beras pada periode yang sama tahun lalu, sebesar 1.276.883 ton. Total realisasi pengadaan beras dalam negeri pada tahun lalu mencapai 1.742.480 ton.

Dengan performa penyerapan beras hingga paro pertama 2012 tersebut, Bulog telah menggelontorkan dana kredit sebesar Rp 15,4 triliun, atau 77 persen dari total anggaran sebesar Rp 20 triliun. Sampai dengan saat ini, Bulog pun meraup untung hingga Rp 111 miliar.

Senin, 02 Juli 2012

Target Swasembada Pangan Terkendala Luas Lahan

Target swasembada pangan nasional masih terbentur ketersediaan lahan dan infrastruktur dasar. Pemerintah sulit menyiapkan lahan dalam jumlah besar untuk mendongkrak produktivitas pangan nasional.

"Swasembada kedelai membutuhkan 500 ribu hektare (Ha) dan gula 350 ribu Ha. Itu semua belum terpenuhi," kata Menteri Pertanian Suswono saat pembukaan rapat kerja dan konsultasi nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (1/7) malam .

Suswono menjelaskan persoalan tersebut terkait pembebasan dan tumpang tindih peruntukan lahan dalam rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Akibatnya, pemerintah sulit mencetak lahan baru untuk pengembangan tanaman pangan. Termasuk, memanfaatkan lahan kritis. "Walaupun banyak tersedia lahan di depan mata tetapi setelah dicek ternyata itu kawasan hutan. Padahal, hutannya tidak ada lagi," jelas Mentan.

Ia mengungkapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pernah berjanji membebaskan 2 Ha dari 7,5 Ha lahan terlantar untuk areal pertanian. Janji tersebut hingga kini belum teralisasi karena eksekusi kepemilikan lahan selalu gagal. Namun, Mentan tidak menyebut lokasi lahan yang dimaksud. "Eksekusi memang tidak mudah tapi masak pemerintah kalah. Kalau memang aturannya yang tidak mendukung, kan bisa diubah," ungkapnya.

Suswono menambahkan, areal pertanian semakin tergerus untuk kegiatan pembangunan. Sekitar 100 ribu Ha areal pertanian di Indonesia beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan nonpertanian setiap tahun. Kondisi infrastruktur dasar juga memberikan kontribusi terhadap perlambatan target swasembada pangan. Selain kondisi jalan yang belum memadai, banyak saluran irigasi yang rusak. "Sekitar 52% (saluran) irigasi rusak. Begitulah faktanya," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu

Pemerintah Tetap Impor Beras meski Produksi Surplus

Produksi beras telah mengalami surplus untuk tiap tahun. Tetapi, pemerintah bakal tetap mengimpor beras. Alasannya, untuk mengamankan kebutuhan sepanjang tahun.

Menteri Pertanian Suswono di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (1/7) malam, mengungkapkan produksi beras nasional tahun ini mencapai 37 juta ton. Sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 33,5 juta ton. Sehingga, terjadi surplus 3,5 juta ton. Hanya saja, menurut Suswono, surplus itu belum mampu memenuhi cadangan pangan nasional. "Konsumsi nasional beras mencapai 2,8 juta ton per bulan. Jadi, untuk cadangan selama tiga bulan dibutuhkan sekitar 10 ton," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut saat pembukaan rapat kerja dan konsultasi nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo

Suswono mengakui persoalan perberasan sangat kompleks. Di satu sisi, pemerintah harus mencukupi kebutuhan beras untuk masyarakat dengan harga murah. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut meningkatkan kesejahteraan petani.

"Peran Bulog (Badan Urusan Logistik) untuk menyerap beras lokal juga belum optimal, yakni hanya 2,3 juta ton. Sebab, penyerapannya dibatasi harga pembelian pemerintah," urainya.

Suswono juga mengkritik kalangan pengusaha yang lebih tertarik berinvestasi di sektor perkebunan, semisal kelapa sawit daripada sektor tanaman pangan. "Padahal, (bisnis) kelapa sawit suatu saat akan mengalami titik jenuh," kata dia.

PRODUKSI BERAS: Tahun ini diprediksi surplus 3 juta ton

Surplus produksi beras tahun ini diperkirakan sekitar 2-3 juta ton, sehingga stok beras nasional dinilai belum pada titik aman. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian berpendapat jika ada rencana impor beras, maka untuk memperkuat cadangan beras nasional.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan jika pada tahun ini ada rencana impor beras, maka importasi itu tidak dikaitkan dengan tidak swasembada. Hal itu disebabkan, produksi beras tahun ini surplus 2-3 juta ton, tetapi untuk memperkuat stok, maka kemungkinan diperlukan impor.

"Kalau ada wacana impor [beras], mudah-mudahan tidak impor, impor itu bukan soal swasembada, tetapi untuk lebih aman stok. Kalau swasembada, maka tidak salah kalau kita impor, lebih semata-mata supaya bangsa ini lebih aman, untuk mengurangi spekluasi harga," ujarnya akhir pekan lalu.

Dia menuturkan saat ini baru memasuki pertengahan tahun, masih ada sisa 6 bulan ke depan proses produksi padi yang belum dapat dipastikan. Kendati iklim dan cuaca tahun ini relatif bagus, tetapi tidak dapat dipastikan produksi ke depan berjalan dengan baik. "Kalau mau lebih yakin [stok aman] ya silakan [impor beras]."

Dia memperkirakan produksi padi tahun ini akan mencapai lebih dari 68 juta ton atau naik lebih dari 4% dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi padi 68 juta ton itu jika dikonversikan menjadi beras sekitar 38 juta ton. Sementara itu konsumsi di dalam negeri 34 juta ton, sehingga surplus beras tahun ini 3-4 juta ton.

Namun, surplus produksi beras 3-4 juta ton, katanya, belum dapat diangap aman dari sisi stok nasional. "Sehingga kalau ada wacana impor, bukan berarti tidak ada beras, ada surplus, tetapi tidak secure [aman], kalau mau aman ya surplus 10 juta ton."

Kebutuhan beras nasional sekitar 2,7 juta ton per bulan. Jika surplus beras 10 juta ton, maka dapat memenuhi seluruh kebutuhan rakyat Indonesia selama 3-4 bulan.

Jika dalam periode tertentu terjadi gagal panen total, maka dengan surplus beras 10 juta ton itu akan mampu mensuplai seluruh kebutuhan beras di negeri ini selama 3-4 bulan walaupun tidak ada produksi sama sekali. "Tetapi jangan berharap seperti itu. 10 juta ton itu tingkat aman.