PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: Juni 2012

Jumat, 29 Juni 2012

Ratusan Hektare Padi di Tasikmalaya Gagal Panen



TASIKMALAYA—MICOM Seluas 700 hektare tanaman padi siap panen di Tasikmalaya dan sekitarnya gagal panen atau puso akibat dampak kemarau panjang yang beberapa pekan terakhir melanda wilayah itu, serta rusaknya beberapa saluran irigasi.

Kecamatan yang paling parah terkena dampak kekeringan, antara lain Kawalu, Indihiang, dan Sukaratu. Adapun kelurahan dan kecamatan lainnya masih termasuk kategori terancam gagal panen, seperti Cibeurueum dan Bebadahan.

Ketua Kelompok Tani Mitra Lestari (KTML) Ganda Saputra, Selasa (26/6), mengatakan areal tanaman yang gagal panen antara lain 2,5 bulan hingga 3 bulan. "Kerugian materil yang dialami masih dalam pendataan kelompok tani setempat. Termasuk menghitung biaya produksi, seperti pembelian pupuk dan benih," ungkapnya.

Namun, dari pemantauan Media Indonesia, kerugian akibat bencana kekeringan mencapai ratusan juta rupiah karena pada umumnya tanaman padi yang gagal panen sudah masuk dalam kategori siap panen.

Sementara itu, luas areal persawahan yang terancam puso di bawah 1.000 hektare. Hingga saat ini, petani setempat masih berupaya menyelamatkan tanaman mereka, di antaranya dengan melakukan sistem pompanisasi dan memperbaiki secara manual beberapa saluran irigasi.

Ganda menuturkan selain akibat kemarau panjang, penyebab kekeringan di wilayah Tasikmalaya adalah rusaknya sebagian besar saluran irigasi. "Untuk itu, kami minta dinas pertanian dan tanaman pangan melalui pemerintah daerah setempat untuk peduli terhadap keberadaan saluran irigasi yang sudah rusak, dan tidak terpakai. Ini jelas merugikan petani," pintanya.

Sedangkan untuk meminimalisasi merebaknya kekeringan di wilayah itu, beberapa kelompok tani berusaha mengairi ereal persawahnnya dengan cara manual. Mereka sengaja membuat alat penyedor air dari selokan dengan alat seadanya.

Gagal Panen Ancam Petani Selatan Sukabumi

Sukabumi - Dampak kekeringan mulai dirasakan masyarakat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Salah satunya dirasakan para petani di wilayah Kecamatan Surade.

"Musim kemarau ini sudah kami rasakan dampaknya terjadi kekeringan di areal persawahan," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Surade.

Menurut Sahlan, kekeringan akan mengakibatkan gagal panen (puso). Apalagi banyak petani yang mulai menanam padi pada bulan April lalu. Namun pada saat ini sudah merasakan kesulitan untuk mendapatkan air.

"Mayoritas areal persawahan di sini merupakan sawah tadah hujan. Sekarang sudah memasuki musim kemarau dan jarang sekali turun hujan," ujarnya.

Seharusnya, lanjut Sahlan, pada musim tanam kedua atau sekitar bulan April para petani tidak lagi menanam padi. Sebaiknya menanam tanaman palawija yang tidak terlalu membutuhkan air.

"Namun, masih banyak para petani yang belum menerapkannya. Walaupun ada beberapa petani yang saat ini sedang menanam palawija seperti kedelai," tutur Sahlan.[

Harga Beras Naik, Petani Tak Kebagian Untung



Garut - Setelah sempat turun pada panen raya beberapa waktu lalu, harga beras di sejumlah kecamatan kini kembali mengalami kenaikan. Sejumlah pedagang beras menyebutkan, harga beras kembali naik diduga sebagai akibat berakhirnya panen raya pada musim tanam pertama.

Seorang bandar beras di Kampung Nangkaruka Kecamatan Pakenjeng, Sabda Nur (44) mengatakan, dalam sepekan terahir ini harga beras di daerahnya naik sekitar Rp300-Rp500 per kilogram. Saat ini, harga beras Sarinah Garut (SG) di tingkat penggilingan padi mencapai Rp7.300-Rp7.500 per kilogram, dari sebelumnya di bawah Rp7.000 per kilogram. Sedangkan selisih harga beras di tingkat pasar atau warung-warung lebih tinggi, antara Rp500-Rp1.000 per kilogram.

"Sekarang ini para pedagang beras harus saling berebut untuk mendapatkan beras. Harus cepet-cepetan. Kalau tidak, pedagang tidak mendapatkan pasokan beras," ujar Sabda Nur.

Pedagang beras lainnya, Endun (67) menduga, kenaikan harga beras selain karena faktor berakhirnya masa panen raya pertama, juga dipicu semakin dekatnya bulan Ramadan.

Namun kenaikan harga beras yang terjadi, ternyata tidak terlalu berdampak terhadap keuntungan yang diperoleh para petani. Mereka sama sekali tidak bisa menikmati kenaikan harga beras tersebut.

Sejumlah petani menyebutkan, hal itu karena hampir semua petani sudah selesai memanen padi, dan gabahnya sudah berpindah tangan ke para bandar.

"Sebagian besar petani saat ini sedang persiapan memasuki musim tanam kedua," ujar Ende (58), petani di Kecamatan Pangatikan

Petani Jabar Mulai Rasakan Dampak Kemarau



Cianjur- Petani dan peternak di kawasan Cianjur bagian utara, Jabar, mulai merasakan dampak musim kemarau, selain kesulitan mendapatkan air untuk menyiram tanaman, peternak di kawasan itu, kesulitan mendapat pakan ternak.

Ratusan petani di Kecamatan Cipanas, Pacet, Mande dan Cikalong, membenarkan hal tersebut. Saat ini petani sayuran mulai merasakan lansung dampak masuknya musim kemarau, akibatnya petani sayuran banyak yang merugi karena tanaman sayuran mereka terserang hama serta layu.

"Terlebih tanaman sayuran jarang disiram karena minim ketersediaan air, begitu juga halnya yang dialami petani padi, dampaknya setiap petani terlambat menanam kembali akibat air untuk mengairi sawah dari irigasi sudah kering," kata Gungun (38) petani sayuran di Kecamatan Pacet.

Hal senada terucap dari Sukur (54) pertani di wilayah Cipanas, dia mengungkapkan, meskipun ada petani yang saat ini panen, baik sayuran maupun padi, kualitas dari tanaman tersebut kurang bagus dan tidak menutup kemungkinan setiap petani merugi.
"Parahnya lagi kerugian yang dialami petani sayuran selain tanaman yang rusak akibat terserang hama penyakit, juga menurunnya nilai jual karena agen yang biasa menampung sayuran dari wilayah Cipanas, saat ini lebih banyak mengambil sayuran dari sentra sayuran yang ada di daerah lain," katanya.

Dia menambahkan, sejak datangnya musim kemarau tanaman kol yang ada di lahan miliknya jarang disiram, kurangnya air tersebut membuat tanamannya mudah terkena hama.

"Akibatnya kwalitas tanaman menjadi berkurang, diperparah dengan jatuhnya harga jual sayuran jenis kol sejak satu pekan terakhir, Rp3.500 perkilogram, saat ini harga menurun drastis Rp1.300 perkilogram," tandasnya.

Sementara itu, sejumlah peternak di wilayah yang sama, mengeluh kesulitan mendapatkan rumput untuk pakan ternak. Pasalnya sejak satu pekan terakhir, untuk mendapatkan rumput segar yang biasanya didapat dengan udah, saat ini, mereka terpaksa harus membeli.

"Rumput liar yang biasa mudah didapat, saat ini mengering kepanasan, sehingga untuk memberi makan ternak, kami terpaksa membeli ke sejumlah petani," kata Misbah peternak di Kecamatan Mande.

Selasa, 26 Juni 2012

Bulog tidak akan impor beras tahun ini

JAKARTA. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) memastikan Indonesia tidak akan melakukan impor beras tahun 2012 ini. Hal tersebut dikarenakan hasil panen beras musim panen 2011 sampai pertengahan tahun 2012 mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso menyatakan, produksi beras terbilang bagus, sehingga Bulog memiliki stok beras yang cukup selama sembilan bulan ke depan. "Insya Allah produksinya bagus, sehingga kami tidak perlu melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri," tutur Sutarto usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/6).

Sutarto bilang, pada prinsipnya impor beras bertujuan untuk mencukupi persediaan beras jika hasil panen tanah air tidak mencukupi. Untuk tahun ini, Sutarto menyebutkan, panen petani lebih baik dibandingkan dengan hasil panen tahun 2011 lalu.
Saat ini, Bulog memiliki stok beras nasional sebanyak 2,4 juta ton dan diperkirakan akan cukup untuk sampai Maret 2013. Dari 2,4 juta ton tersebut, sebanyak 200.000 ton merupakan beras cadangan pemerintah ditambah 266.000 ton beras untuk beras miskin (raskin). "Stok sebanyak 2,4 juta ton ini seluruhnya dari beras dalam negeri," kata Sutarto.

Berdasarkan pengamatan Bulog, lanjut Sutarto, kondisi iklim di Indonesia terbilang cukup normal dalam produksi padi. Karena itu, Sutarto mengaku tidak akan khawatir dengan permintaan beras konsumsi masyarakat, termasuk untuk hari raya Idul Fitri, pemberian raskin dan raskin ke-13. "Stok beras aman sampai dengan bulan Maret 2013 mendatang," ujar Sutarto.

Menteri pertanian larang Bulog impor beras

Kementerian Pertanian melarang perusahaan BUMN logistik Bulog tidak mengimpor beras walaupun banyak permintaan sebelum lebaran Idul Fitri. Bulog diminta mengutamakan penyerapan beras petani yang saat ini masih banyak. Selain itu, stok beras dalam negeri masih cukup untuk memenuhi kebutuhan permintaan sebelum lebaran.
“Kita harapkan kenaikan pasokan cukup baik, tapi Bulog jangan impor dulu, serap dulu dalam negeri,” ungkap Menteri Pertanian Suswono ketika ditemui di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/6)
Dia mengklaim serapan tahun ini sudah lebih baik dari tahun lalu. Dengan target serapan akan mencapai 3 juta ton. Selain itu, Kementerian Pertanian optimis produksi dalam negeri akan naik sebesar 4 persen dibanding tahun lalu.
Suswono mengakui harga pembelian pemerintah menyusahkan Bulog dalam menyerap beras petani karena di berbagai daerah ada yang menjual beras diatas harga HPP. "Bulog harus pro aktif, panen kan sepanjang tahun, Bulog harus jemput bola," ungkapnya.

Senin, 25 Juni 2012

Musim Kemarau Datang Lebih Awal, Ratusan Petani di Bancak Gagal Panen

Ratusan petani di wilayah Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang mengalami gagal panen (puso) karena lahan mereka tidak mendapatkan pasokan air irigasi. Akibatnya, petani diperkirakan mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
Jaenuri (53) salah satu petani dari Desa Boto mengatakan, dalam setahun biasanya dirinya bersama petani lainnya bisa panen padi sebanyak dua kali. Namun karena musim kemarau 2012 datang lebih awal, dirinya kini hanya bisa memanen padi sekali saja.
"Sejak April lalu, kami sudah kesulitan mendapatkan air untuk pengairan sawah. Kondisi demikian berlanjut sampai sekarang dan membuat padi banyak yang tidak berisi (kopong)," katanya saat ditemui Suara Merdeka, Jumat (22/6).
Hal yang sama dikatakan Kepala Desa Boto, Sjaichul Hadi. Menurutnya, musim kemarau tahun ini termasuk paling parah setelah sebelumnya juga terjadi pada 2008 silam. Selain cuaca ekstrim, pihaknya menyinyalir, sejumlah saluran irigasi yang rusak juga mempengaruhi pasokan air menuju sawah petani.
"Kekeringan di Desa Boto berdampak pada gagal panen sekaligus perekonomian masyarakat. Petani semakin terlilit hutang, karena mereka meminjam uang kepada koperasi secara musiman. Kondisi dua unit embung tadah hujan juga mengering karena dangkal," ujarnya.
Selain di Desa Boto, lanjutnya, kekeringan juga melanda desa tetangga di Kecamatan Bancak, diantaranya Desa Wonokerto, Lembu, Bantal, Plumutan, dan Desa Rejosari. Berdasarkan rinciannya, di Desa Boto lebih kurang ada 50 hektar lahan pertanian yang puso, kerugian diperkirakan mencapai Rp 750 juta. Untuk menekan jumlah kerugian, pihaknya berharap kepada dinas terkait untuk memperbaiki saluran irigasi yang ada.


Kajian Kapasitas Tunda Jual Petani Padi

Kapasitas tunda-jual merupakan kemampuan rumahtangga tani dan atau kelompok dalam menahan sementara waktu penjualan hasil panennya. Kapasitas tunda jual terkait dengan watak hasil panen (gabah) sebagai bahan pangan pokok sekaligus sebagai salah satu sumber uang tunai rumahtangga. Karena itu kapasitas tunda jual bisa berorientasi subsisten dan bisa pula komersial.
Kapasitas menunda jual panenan, baik pada tingkat rumahtangga maupun kelompok dipengaruhi secara umum dipengaruhi oleh 1) produktivitas agronomis dan ekonomis dan 2) bentuk-bentuk hubungan produksi yang dominan. Produktivitas agronomis berarti seberapa panjang jangka waktu sawah sanggup diolah dengan hasil optimal. Hal ini dipengaruhi terutama oleh tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air. Lahan sawah yang sanggup ditanami padi untuk dua kali musim tanam padi berarti memberikan lebih banyak kemungkinan petani untuk mendapatkan pasokan gabah.
Produktivitas ekonomis berarti lahan sanggup menghasilkan jumlah panenan yang memungkinkan rumahtangga tani tidak hanya mereproduksi kegiatan produksinya, tetapi juga memperoleh nilai yang melampaui ongkos produksinya. Produktivitas ekonomis lahan terkait dengan luasan rata-rata lahan sawah yang dikelola rumahtangga tani. Semakin luas lahan, kemungkinan untuk mendapatkan nilai yang melampaui ongkos produksi makin besar.
Hubungan produksi berkenaan dengan hubungan antar orang dalam kaitannya dengan faktor-faktor produksi utama seperti lahan garapan dan tenaga-kerja. Hubungan sewa-tunai dalam penguasaan lahan cenderung meningkatkan kebutuhan rumahtangga tani untuk menjual segera panenannya. Sewa-tunai yang dibayar satu atau dua musim sebelum hak olah didapat akan memaksa petani-petani penggarap untuk menjual panenan demi mendapatkan uang-tunai yang akan mengamankan penguasaan hak garapnya. Sewa-tunai juga cenderung meningkatkan berkembangkan sistem pembelian panenan secara tebasan.
Di dalam lembaga tebasan, petani menjual langsung panenan saat padi masih di sawah. Kepastian akan pasokan tenaga-kerja yang segera dan mobil memaksa para penebas untuk tidak mengandalkan pasokan tenaga-kerja dari desa setempat. Dengan demikian buruh-buruh tani desa setempat akan cenderung kehilangan kesempatan mendapatkan tambahan gabah atau pemasukan uang tunai rumahtangganya.
Berbeda dengan sewa-tunai, hubungan bagi-hasil merupakan bentuk hubungan pemanfaatan hak guna usaha dengan pembayaran yang in natura atau setidaknya dilakukan setelah panen, memungkinkan petani penggarap untuk mendapatkan sejumlah tertentu gabah yang bisa disimpan sementara untuk dijual di kemudian hari. Kebutuhan akan uang-tunai di dalam lembaga bagi-hasil tidak mencakup pembayaran hak guna usaha, tetapi terutama untuk ongkos produksi. Karena kebutuhan petani pengarap akan hasil panenan, secara ekonomis lahan-lahan yang dikelola secara bagi-hasil merupakan salah satu sumber perolehan tambahan gabah bagi rumahtangga tani dari satu lingkup ketetanggaan yang sama dengan penggarapnya. Secara sosiologis artinya pemeliharaan ikatan saling bantu di antara penduduk sepertetanggaan bisa terpelihara dan bisa menjadi modal untuk pengembangan pengorganisasian kelompok-kelompok tani setempat.
Kapasitas Tunda Jual di Tingkat Rumahtangga
Kapasitas tunda jual di tingkat rumahtangga tani individual dipengaruhi oleh seberapa banyak rumahtangga mempunyai sumber dan saluran penghidupan di luar gabah. Semakin beragam sumber pendapatan rumahtangga, semakin tinggi pula kemungkinan untuk menunda jual hasil panen. Sebaliknya, semakin rendahnya tingkat keragaman sumber pendapatan, akan makin tinggi pula tingkat penjualan segera hasil panen. Terutama pada waktu-waktu tertentu yang memaksa rumahtangga tani menjual gabah demi uang tunai seperti masuknya musim tanam atau masuknya tahun akademik lembaga pendidikan.
Dalam pandangan sosiogeografis kaum tani, sawah-tegalan-pekarangan merupakan tritunggal tradisional sumber-sumber penghidupan tradisional rumahtangga. Sawah ditempatkan sebagai sumber bahan pangan utama, beras; pekarangan dan tegalan ditempatkan sebagai sumber pasokan bahan bakar harian, pakan ternak, tambahan pangan, dan uang tunai. Dalam konteks kapasitas tunda-jual gabah, faktor produktivitas pekarangan dan tegalan mempengaruhi kesanggupan rumahtangga mendapatkan bahan-bahan penunjang kehidupan rumahtangga, baik yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari maupun, dan terutama, dengan kebutuhan di masa depan atau kebutuhan mendadak yang memerlukan uang tunai cukup besar.
Keragaman sumber pendapatan sendiri dipengaruhi oleh komposisi jender dan usia rumahtangga. Untuk bisa disimpan, gabah panenan harus dijemur. Penjemuran ini tidak hanya memerlukan petak penjemuran, tetapi juga waktu dan tenaga-kerja. Rumahtangga yang hanya terdiri dari suami atau istri tanpa pasangan hidup serta anak-anak yang bisa dikerahkan untuk bekerja cenderung untuk menebaskan panennya. Sementara rumahtangga dengan banyak tenaga-kerja, mungkin akan bisa menunda jual hasil panen karena punya sumberdaya untuk menjemur gabah. Komposisi usia mempengaruhi secara relatif tingkat kebutuhan akan uang tunai juga. Rumahtangga dengan anak-anak usia sekolah memerlukan pasokan uang tunai yang relatif rutin sehingga seringkali dipaksa untuk menjual segera hasil panen yang diperolehnya.
Rumahtangga yang boleh dikatakan berhasil menunda jual hasil panen bahkan hingga beberapa minggu menjelang masuknya musim tanam pertama (Nopember-Desember) ialah rumahtangga tani dengan ragam sumber perolehan uang tunai yang relatif tetap seperti pegawai negeri yang juga menggarap lahan dan mengelola tegalan serta pekarangannya sedemikian rupa bisa menjadi sumber uang tunai musiman yang memadai memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga.
Kapasitas Tunda Jual Kolektif
Pada tingkat kehidupan kolektif, kapasitas tunda jual kolektif dipengaruhi oleh 1) sense of crisis kolektif, 2) kebiasaan kolektif dalam kaitannya dengan penyimpanan sebagian hasil panen, 3) keberadaan kelompok-kelompok yang mendorong kebiasaan menunda jual panenan.
Pada tingkat kolektif, pengalaman akan krisis-krisis subsistensi seperti kemarau panjang yang mengurangi pasokan cadangan gabah bisa menumbuhkan kesadaran akan krisis (sense of crisis). Apabila disertai oleh pengorganisasian diri kelompok pertetanggaan yang baik serta keeratan sosial yang terpeliharan melalui kebiasaan kolektif, sense of crisis ini bisa menjadi pendorong warga untuk menciptakan mekanisme penyimpanan hasil panen sebagai lumbung penjaminan kolektif akan krisis subsistensi. Praktik-praktik lumbung paceklik yang sudah lama terbangun di tingkat pertetanggaan merupakan contoh dari bentuk pengorganisasian diri kaum tani yang bisa dikembangkan lebih lanjut untuk peningkatan kapasita tunda jual di tingkat kolektif.
Karena hasil panen juga berkedudukan sebagai sumber uang tunai, maka kapasitas tunda jual kolektif dipengaruhi oleh keragaman sumber pendapatan rumahtangga tani di desa. Tingkat migrasi sementara di antara golongan usia muda untuk bekerja sebagai buruh bangunan di kota-kota menunjukkan bahwa sumber pendapatan di desa tidak mencukupi. Watak produksi pertanian yang jeda tanpa kerja-kerja pertaniannya cukup tinggi mungkin merupakan salah satu sebab penting migrasi keluar ini. Selain, tentu saja, tingkat upah yang tergolong rendah untuk kerja-kerja pertanian dan lemahnya perkembangan industri pedesaan merupakan sebab penting juga.

Terguyur Hujan Deras, Beginilah Nasib Padi Siap Panen

Kendari-Ratusan hektare padi sawah siap panen di Kabupaten Bombana dan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), rusak akibat tingginya curah hujan yang turun selama beberapa hari terakhir ini.
Pantauan di Kecamatan Rarowatu Utara dan Rarowatu Tengah, Kabupaten Bombana, padi yang sudah menguning dan menunggu panen itu, kini rebah akibat hujan yang disertai angin kencang, mengakibatkan batang padi yang sudah tua itu tidak mampu menahan air dan angin.
"Kalau tanaman padi sudah rebah seperti ini, maka otomatis mempengaruhi kualitas produksi, dimana gabah dan berasnya akan berwarna kemerah-merahan sehingga berdampak pada harga nantinya," kata H Ahmad, petani dan pengusaha beras di daerah itu.
Ia mengatakan, tanaman padi sawah yang siap panen itu, kini buahnya sudah dipastikan rusak akibat tergenang air akibat hujan yang turun selama empat hari berturut-turut di wilayah itu.
Menurut Ahmad, areal padi sawah tadah hujan maupun irigasi di dua kecamatan itu

mencapai 2.000-an hektare lebih dari luas seluruhnya areal persawahan di Kabupaten Bombana yang mencapai 12 ribu hektare lebih.
Kadis Pertanian Kabupaten Bombana Syarifuddin mengatakan, dari luas areal persawahan di Kabupaten Bombana, sekitar 50 persen berada di Kacamatan Poleang, Poleang Timur dan Poleang Barat. Sementara sisanya tersebar di beberapa kecamatan lain, yakni Rumbia, Rumbiah Timur, Rarowatu Induk dan Kecamatan Kabaena.
"Dari luas areal persawahan itu, hanya sekitar 75 persen yang diolah petani pada musim tanam tahun ini. Hal ini disebabkan karena saat petani baru akan mengolah sawahnya, sangat terbatas air sehingga tidak semuanya bisa ditanami," katanya.
Apalagi areal persawahan di Bombana, banyak yang mengharapkan air tadah hujan hanya bisa diolah pada saat musim timur dengan intensitas curah hujan yang tinggi seperti saat ini.

Kamis, 21 Juni 2012

Wamendag: Impor Beras dari Thailand Belum Pasti

Wakil Menteri Perdagangan Indonesia, Bayu Krisnamurthi, menegaskan belum ada kepastian soal rencana pemerintah impor 1 juta ton beras Thailand. Kepastian impor beras menunggu rapat koordinasi Menko Perekonomian sehubungan dengan stabilisasi pangan di Indonesia. “Belum ada kepastian soal beras Thailand,” katanya, Rabu, 20 Juni 2012.

Bayu mengakui ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Thailand soal penyediaan pangan untuk masyarakat negeri ini. Kesepakatan antarnegara ini berlaku selama kurun waktu 7 hingga 8 tahun ke depan.

Namun impor beras dilakukan saat dirasakan pemerintah Indonesia kesulitan dalam penyediaan ketahanan pangan bagi masyarakat. Memasuki bulan Juni tahun ini, menurut dia, pemerintah belum memutuskan kondisi ketahanan pangan Indonesia terkait dengan beberapa indikator penilaian.

Indikator penilaian pemerintah berupa produksi nasional, stok Bulog, harga beras di pasaran, dan permintaan daerah. Keempat indikator ini belum dapat disimpulkan adanya ketahanan pangan pemerintah pada tahun ini. “Belum ada keputusannya. Tunggu saja nanti,” ucap Bayu.

Tentang agenda pertemuan dengan Menteri Perdagangan Thailand, Boonsong Teriyapirom, Bayu memastikan akan tetap terjadi pada petang ini di Jakarta. Pertemuan itu nantinya bersifat global hubungan perdagangan bilateral dua negara bersahabat di ASEAN. “Tentunya sebagai sesama negara besar akan banyak hal yang kita bahas. Bukan hanya soal beras itu saja,” ucapnya.

Media Thailand sudah melansir penandatanganan nota kesepahaman kerja sama kedua negara soal jual-beli beras di Thailand. Menteri Perdagangan ke Jakarta bertemu dengan Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso, untuk membicarakan suplai beras dari Thailand.

Senin, 18 Juni 2012

Indonesia Belum Putuskan Impor Beras

Menteri Perdagangan Thailand, Boonsong Teriyapirom, akan bertemu dengan Wakil Menteri Perdagangan Indonesia Bayu Krisnamurthi, Rabu 20 Juni 2012, di Jakarta. Pada pertemuan itu delegasi Thailand dikabarkan akan menawarkan beras kepada Indonesia. "Tapi pemerintah (Indonesia) belum ada keputusan untuk impor beras," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh, melalui pesan pendek, Senin, 18 Juni 2012.

Menurut Deddy, pada kunjungan Menteri Perdagangan Thailand ini kedua perwakilan negara akan membahas soal perpanjangan nota kesepahaman tentang suplai beras dari Thailand ke Indonesia. "Sebagai usaha jaga-jaga jika kita perlu mengimpor," ujarnya.

Namun Deddy enggan menjelaskan detail substansi pembahasan tentang perjanjian pasokan beras itu. "Nanti saja infonya sesudah pertemuan hari Rabu," kata dia.

Sebelumnya kedua negara sudah menyepakati nota kesepahaman komitmen Thailand untuk memasok 1 juta ton beras ke Indonesia. Kerja sama tersebut sejak 2007 dan berakhir pada 2011 lalu.

Pada November 2011 Menteri Perdagangan Gita Wirjawan telah memperpanjang masa berlaku nota kesepahaman dengan Thailand hingga 2016. Eksportir beras itu berjanji akan memasok 1 juta ton beras jika Indonesia membutuhkan.

Sekarang Thailand berharap bisa mengekspor berasnya. Presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand, Korbsook Lamsuri, mengatakan dia menyetujui langkah pemerintah untuk bergerak dan menjual beras di bawah kesepakatan antarnegara. "Tren ekspor beras pada paruh kedua akan sepi, sehingga sektor swasta menaruh harapan pada kesepakatan antarpemerintah, seperti yang diperkirakan bahwa ekspor beras Thailand akan menurun bulan ini karena tingginya harga beras Thailand," kata Korbsook, seperti dikutip Bangkok Post.

Menteri BUMN Berharap Tak Impor Beras Tahun Ini

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan berharap pada tahun ini Indonesia tak lagi mengimpor beras dengan upaya keras meningkatkan produksi dalam negeri.
"Tahun lalu, Indonesia mengimpor setidaknya 1,7 juta ton beras dari negara lain. Tahun ini bagaimana? Saya belum berani berjanji. Namun, saya berharap tidak ada impor beras lagi tahun ini," katanya di Semarang, Sabtu (16/6).

Dahlan mengemukakan hal itu usai memberikan kuliah umum berjudul "Penguasaan Sains dan Teknologi untuk Kemanusiaan Bangsa dan Pengentasan Kemiskinan" yang berlangsung di Universitas Diponegoro Semarang.

Menurut dia, pemerintah pada tahun ini telah melakukan rapat gabungan beberapa menteri membahas perlu tidaknya Indonesia mengimpor beras, seperti pada bulan April lalu, Juni ini, dan Juli mendatang.

Dahlan mengatakan bahwa hasil rapat koordinasi menteri pada bulan April 2012 memutuskan belum perlu mengimpor beras, kemudian pada bulan Juni ini juga keputusannya sama, dan pada Juli mendatang mungkin ada rapat kembali.

Pemerintah, kata dia, terus memantau perkembangan kondisi pangan, khususnya beras setiap bulan untuk menentukan keputusan, salah satunya berkaitan dengan perlu tidaknya Indonesia melakukan impor beras.

Pantauan dan monitor kondisi pangan, menurut dia, dilakukan rutin untuk menjamin ketersediaan stok beras sebab jangan sampai diputuskan tidak impor. Namun, ternyata Indonesia malah kekurangan stok beras. "Rapat pada bulan Mei dan Juni 2012 memutuskan belum perlu impor beras. Untuk rapat pada Juli mendatang belum tahu. Oleh karena itu, saya belum berani berjanji

Sabtu, 16 Juni 2012

Anggota DPR: Sejarah Kelam Impor Beras di 2011 Jangan Terulang

Jakarta - Perum Bulog pada Juni ini memastikan telah menyerap 2,1 juta ton beras dari hasil panen petani. Dengan jumlah tersebut pemerintah tidak punya alasan lagi untuk melakukan impor beras tahun ini.

Demikian disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Ma'mur Hasanuddin dalam keterangan yang dikutip detikFinance, Sabtu (16/6/2012).

"Jika klaim Bulog beras Juni ini sudah berhasil menyerap beras petani 2,1 juta ton pada panen raya semester I-2012, maka pemerintah tidak ada alasan lagi untuk melakukan impor beras tahun ini," kata Ma'mur.

Menurut Ma'mur serapan tersebut, masih ada kesempatan enam bulan ke depan bagi pemerintah untuk menyerap beras petani sebesar 40% lagi dari total panen yang dilakukan 6 bulan lalu.

"Kami berharap ada solusi teknis berkaitan dengan produksi beras semester dua tahun 2012 ini. Sehingga kemampuan indeks produksi beras kita mampu mencapai 2,0. Sehingga menjadi keyakinan bersama bahwa impor beras tidak perlu dilakukan”, kata Ma'mur.

Dia tidak ingin sejarah kelam pada 2011 terulang kembali, di mana sebagai negara agraris Indonesia melakukan impor beras sebesar 1,7 juta ton yang menghabiskan dana negera sebesar Rp 7 triliun.

"Jangan sampai sejarah kelam tersebut terulang kembali," tandasnya.

Jumat, 15 Juni 2012

Dahlan: RI Negara Agraris Tapi Impor Beras Rp 7 Triliun

Menteri BUMN Dahlan Iskan tak habis pikir, Indonesia sebagai negara agraris tapi masih mengimpor beras dalam jumlah besar. Ini strategi Dahlan agar Indonesia tak lagi impor beras. Dahlan meminta Bulog membentuk pasukan semut untuk menyerap beras petani sebanyak-banyaknya agar tak ada lagi impor beras. "Kita negara agraris, tapi tahun lalu kita impor beras mencapai 1,7 juta ton atau setara dengan Rp 7 triliun, tahun ini jangan sampai kita impor lagi, makanya Bulog saat ini membentuk pasukan semut untuk menyerap beras petani," kata Dahlan di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Kamis (14/6/2012). Dikatakan Dahlan, Bulog harus bekerja keras dan dari laporannya, per Juni ini Bulog sudah berhasil menyerap 2,1 juta ton beras dalam negeri. "Sudah berhasil serap 2,1 juta ton per Juni ini, serapan itu jauh lebih baik dibandingkan serapan Bulog selama dua tahun terakhir," ujar Dahlan. Dahlan juga mengaku sudah menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan penurunan produksi padi yang terus menurun. "Tiap musim kedua panen, produksi beras mesti turun 40%, ini pasti ada sebabnya, kata petani itu karena vitamin-vitamin yang di dalam tanah sudah banyak terserap pada musim panen pertama, tapi saya tidak percaya, pasti ada sesuatu," ucapnya. Setelah melakukan kerjasama dengan PT Sang Hyang Seri, akhirnya ketemu sedikit jalan keluar. "Jadi setiap hektar tidak lagi turun produksinya 40% tiap panen musim kedua, tetapi saat ini hanya turun sekitar 3 kilogram," tandasnya. Dahlan mengatakan, sampai saat ini pemeritnah memutuskan tidak akan melakukan impor beras lagi. "Rapat bulan depan, saya yakin diputuskan pemerintah belum akan melakukan impor beras. karena gudang-gudang Bulog sekarang sedang dipenuhi beras dari petani," tandas Dahlan.

Dahlan: Program Pro-Beras Akan Berhasil

Menteri BUMN Dahlan Iskan optimistis program pro-beras BUMN atau proyek food estate akan berhasil. Ia mengklaim program gerakan produksi pangan sistem korporasi hingga saat ini berjalan efektif. "Biasanya bulan Februari hingga Mei ada keputasan impor, tapi sampai saat ini belum ada keputusan impor. Rapat dua kali, diputuskan belum perlu impor beras. Kalau masa tanam kedua dari program pro-beras hasilnya bagus, saya optimistis, tidak ada impor-impor beras," kata Dahlan Iskan dalam kunjungan kerjanya di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (13/5/2012). Dahlan juga tidak peduli dengan cibiran berbagai kalangan bahwa program pro-beras tidak akan berhasil karena program ini sudah lama, sejak kepemimpinan sebelum dia. "Program pro-beras sudah lama sekali. Pelak, program pro-beras sangat ditakuti pejabat. Kalau takut disoroti, diomeli dan dicibir, tidak bisa berbuat apa. Jangan takut," ajak Dahlan. Dahlan memberikan apresiasi kepada petani Dusun Seworan, Wates, Kulon Progo, yang telah berhasil memproduksi gabah yang sangat banyak di luar target Bulog. "Salah satu petani mengatakan kepada saya, biasanya, setiap musim tanam kedua, hasil panennya merosot hingga 40 persen. Penurunan produksi ini karena unsur hara tanah telah diserap pada musim tanam pertama. Dengan program pro-beras, karena manajemennya baik, hasil panen hanya turun 0,3 persen atau turun tiga kilogram per hektar. Program pro-beras dilanjutkan dan dikembangkan secara nasional," kata Dahlan. Lebih lanjut, Dahlan mengaku mendukung Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan petani cabai untuk terus memproduksi cabai. Kementerian BUMN akan memfasilitasinya dengan modal kredit Kliring Berjangka Indonesia. "Saya tidak janji ini. Tapi BUMN punya alat dengan baik. Ke depannya tergantung sikap petani cabai," tutur Dahlan.

Minggu, 10 Juni 2012

2,1 Juta ton beras petani terserap

Menteri Pertanian Suswono menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan penyerapan beras pada petani sebanyak 2,1 juta ton sebagai upaya mencukupi kebutuhan pangan. "Idealnya,penyerapan beras mampu mencapai tiga juta ton per tahun. Akan tetapi, dengan penyerapan beras sebesar 2,1 ton masih mampu mencukupi kebutuhan pangan," kata Menteri Pertanian Suswono di Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu. Menurut dia, dengan ketercukupan kebutuhan pangan ini maka pemerintah belum perlu melakukan impor beras karena produksi beras masih bisa dicukupi di dalam negeri. "Impor beras bisa dilakukan jika kondisi sudah mendesak dan tidak bisa dihindari lagi. Akan tetapi saat ini kami belum perlu melakukan impor beras," katanya. Dia mengatakan bahwa produksi beras pada 2012 ini lebih baik jika dibanding tahun sebelumnya karena para petani diungtungkan pada kondisi iklim yang lebih normal. "Akan tetapi kami meminta para petani tetap waspada terhadap ancaman El Nino yang bisa menghambat peningkatan produksi beras. Selain itu, kami juga mengajak para petani menanam padi secara serempak sebagai upaya mengantisipasi serangan hama," katanya. Menteri juga mengatakan bahwa pemerintah tidak akan menaikan harga pupuk sebagai upaya membantu para petani untukmeningkatkan produksi padi. "Laporkan saja bila masyarakat menjumpai adanya kenaikan harga pupuk karena pada tahun ini pemerintah memastikan tidak menaikan barang penyubur tanaman itu," katanya

Bongkar tak Dilengkapi PIB Puluhan Ton Beras Impor Terancam Disita

Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Kota Dumai menegaskan akan mensita puluhan ton beras tanpa dokumen impor sebagai barang milik negara (BMN), jika Perusahaan importir tidak dapat menunjukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) yang disetujui oleh Menteri Perdagangan. Penegasan itu disampaikan Kepala Kantor KPPBC Dumai, Dwi Teguh Wibowo melalui Kasi Penindakan dan Penyidikan, Nurhayyin kepada Dumai Pos diruang kerjanya, Rabu (16/5) lalu. ‘’Impor beras yang dilakukan oleh pihak rekanan di luar Perum Bulog harus disertai dokumen PIB yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan. Tanpa itu (dokumen PIB,red) maka kita anggap ilegal,’’ katanya. Statemen itu diungkapnya menyusul telah diamankan BC Dumai puluhan ton beras impor yang dibawa dari Malaysia oleh perusahaan importir di pelabuhan rakyat, Selasa (15/5) pagi lalu. Berdasarkan sampel beras yang ditunjukan pejabat ini kepada Dumai Pos secara fisik beras itu berwarna putih bersih dengan kondisi bulir patah-patah. Nurhayyin mengatakan bahwa setakat ini pihaknya belum menetapkan status barang tersebut. Pihak BC katanya masih memberikan kesempatan kepada perusahaan importir untuk melengkapi dokumen impor barang. Setakat ini kata Ayin begitu pejabat BC ini akrab disapa puluhan ton beras tersebut tersimpan di Gudang dibawah pengawasan BC Dumai. ‘’Dalam ketentuannya mereka punya waktu 60 hari untuk melengkapi dokumen PIB itu, tanpa dokumen itu maka beras tidak akan kita keluarkan,’’tukasnya. Terpisah Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Dumai, Kamaruddin BcKn saat dikonfirmasi Dumai Pos diruang kerjanya membenarkan bahwa dalam ketentuan ekspor impor beras sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang ketentuan impor dan ekspor, beras bukan jenis komoditi yang bisa dimpor atau diekspor secara bebas. Sama halnya dengan gula, katanya beras juga termasuk komoditi yang ketentuan impor ekspornya diatur oleh Pemerintah. ‘’Beras dapat diimpor diluar masa satu bulan sebelum masa panen raya salah satu tujuannya untuk melindungi petani beras dalam negeri,’’ katanya Demikian juga dengan perusahaan pengimpor beras itu lanjut pejabat Disperindag ini merupakan perusahaan yang terdaftar di Kementerian Perdagangan. ‘’Yang selama ini terdaftar diantaranya hanya PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) dan Perum Bulog,’’ katanya. Kendati demikian dia tidak menafikan bahwa perusahaan diluar PPI dan Perum Bulog dapat melakukan kegiatan impor beras asalkan mendapatkan persetujuan dari pemerintah yang dibuktikan dengan dokumen PIB yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan. ‘’Boleh saja diimpor selain dari Perum Bulog, namun harus mendapatkan persetujuan dari Mendag,’’ paparnya. Sementara itu Kepala Subdivre Bulog Wilayah Dumai, Farouq Octobery Qomari mengecam lambatnya proses penanganan beras ilegal tersebut. Menurutnya pihak yang berwenang dalam hal ini BC Dumai harus berani mengambil langkah hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ‘’Untuk beras impor dari Malaysia yang dilakukan pihak swasta jika hal tersebut ilegal, ya harus diperlakukan sebagaimana ketentuan yang berlaku di Negara Indonesia,’’ ungkapnya sebagaimana disampaikan lewat pesan singkatnya kepada Dumai Pos Rabu (16/5). Dia menambahkan bahwa semua beras impor yang masuk ke wilayah Indonesia harus sudah lengkap adminitrasi dan memenuhi ketentuan kepabeanan serta bebas dari hama penyakit agar tidak mempengaruhi kesehatan konsumen. ‘’Selain kelengkapan dokumen tentunya juga sudah lolos pemeriksaan Kantor karantina tanaman dan tumbuhan agar tidakd mempengaruhi kesehatan konsumen,’’ tandasnya.(men)

Menghemat Beras di Republik Nasi

BISAKAH Indonesia bebas dari impor beras dan menghemat triliunan rupiah setiap tahun untuk membiayai pembelian bahan pangan pokok itu dari berbagai negara di dunia? Pertanyaan itu memang patut terus menerus didengungkan, karena ‘’kebiasaan’’ impor itu akan memasukkan kita pada perangkap berbagai krisis selanjutnya. Faktanya, negeri ini memang pengimpor beras terbesar di dunia. Data BPS menyebutkan, hingga September 2011, Indonesia impor 1,62 juta ton beras dari berbagai negara, dan harus merelakan devisa Rp 8,5 triliun melayang. Data BPS terbaru, dalam triwulan pertama tahun ini, kita mengimpor beras sebanyak 770,3 ribu ton senilai 420,7 juta dolar AS, atau Rp 3,8 triliun. Berbagai kritis akan menyusul kemudian. Pertama, ketika kita tidak lagi punya kemampuan untuk membeli beras itu, karena cadangan devisa yang semakin tipis, ketika hasil bumi telah semakin terkuras, hutan-hutan telah semakin gundul dan kerontang. Dan kedua, ketika terjadi krisis pangan dunia, saat mana negara-negara yang semula mengekspor beras ke negeri ini lebih mementingkan ketahanan pangan dalam negeri masing-masing. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi impor beras negeri ini. Selain tingkat konsumsi per kapita beras memang tertinggi di dunia, faktor lain adalah alih fungsi lahan sawah untuk kepentingan lain, seperti perumahan, jalan, fasilitas umum, dan sebagainya. Majalah Asiaweek edisi Mei 2001 mengungkapkan, 90 persen produksi beras dunia dikonsumsi orang Asia. Setiap tahun rata-rata orang Asia mengonsumsi 86 kg beras, orang Amerika 9 kg, Eropa 4 kg. Di antara warga Asia itu, orang Indonesia merupakan konsumen terbesar, dengan tingkat konsumsi beras per kapita per tahun sebanyak 168,9 kg, disusul kemudian oleh Thailand (153,1 kg), Filipina (111,1 kg), serta China (107,4 kg). Makin Rakus Bisa dibayangkan, dengan tingkat konsumsi beras per kapita sebesar itu, dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa di tahun 2012 ini, negeri ini ibarat raksasa yang rakus beras. Karena itu, sebutan Republik Nasi pun pantas-pantas saja diberikan bagi negeri ini. Bagaimanakah dengan kondisi lima tahun ke depan? Atau, 10 tahun ke depan? ‘’Si raksasa’’ ini semakin rakus menghabiskan beras. Maka, gerakan hemat konsumsi beras adalah hal yang paling logis dilakukan. Mengapa (harus) beras? Pada era pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, beras sangat dipopulerkan sebagai ‘’komoditas politik’’. Kondisinya kurang lebih seperti BBM saat ini. Tentu ada latar belakangnya. Kondisi Indonesia awal Soeharto berkuasa diwarnai krisis ekonomi dan pangan. Pangan benar-benar sulit didapat saat itu. Karena itu, program pembangunan yang diprioritaskan adalah pemenuhan pangan, khususnya bahan pangan pokok beras. Program modernisasi pertanian, yang dikenal dengan revolusi hijau, digencarkan. Terlepas dari berbagai dampak sosial dan lingkungan dari revolusi hijau yang masif ini, Indonesia berhasil mendongkrak produksi berasnya. Tahun 1986 negeri ini berhasil swasembada beras. Pak Harto mendapatkan penghargaan dari FAO. Pihak Barat pun senang, karena premisnya kecukupan menjadi senjata yang ampuh untuk melawan komunisme. Karena produksi beras menjadi pamor ukuran keberhasilan dalam pangan, maka produksi yang tinggi pun diikuti oleh konsumsi beras yang meningkat pula. Masyarakat dari daerah-daerah yang semula bahan pangan pokoknya bukan nasi (ubi, sagu, singkong) menjadi turut mengonsumsi nasi pula. Demikian pula berbagai daerah di Jawa, yang biasa mengombinasi nasi (jagung atau nasi), atau ketela, menjadi penuh mengonsumsi nasi. Akibatnya, makanan-makanan pokok lokal itu berubah posisinya menjadi makanan klangenan. Dengan latar belakang seperti itu, masihkah ada peluang untuk mengurangi konsumsi beras, baik secara individual (per kapita) maupun secara agregat? Peluang itu sangat terbuka, dengan menggarap ranah pengetahuan/ pemahaman (mind-set) masyarakat, serta secara bersamaan mengembangkan ranah pengolahan pangan, yang menjadikan sumber-sumber karbohidrat lain yang semula tidak populer bisa semakin diminati masyarakat.

Rabu, 06 Juni 2012

Pemerintah Dinilai Gagal Lindungi Petani

JAKARTA, BL-Beras impor kembali membanjiri pasar ketika beberapa daerah sedang panen. Masuknya beras negeri tetangga ini secara psikologis mempengaruhi pasar yang diindikasikan oleh jatuhnya harga di level petani. Seperti diberitakan sejumlah media, ribuan ton beras asal Vietnam masuk ke pasar Cipinang. Padahal kuota impor yang dimandatkan kepada Bulog untuk tahun ini sudah terpenuhi dan pemerintah tidak memberikan izin impor tambahan. Diyakini beras diimpor dengan mengunakan izin impor beras khusus oleh importir. Masuknya impor beras ini menambah besar jumlah impor beras indonesia yang sebelumnya telah dilakukan Bulog. Setiap tahun indonesia terus mengimpor beras. Jika demikian predikat importir beras terbesar akan terus dipegang. Dari statistik impor beras dunia pada tahun 2010 lalu, Indonesia berada di posisi kesembilan sebagai pengimpor beras. Bahkan menurut data UNINDO, pada periode tahun 1999-2003 Indonesia menjadi pengimpor terbesar seluruh dunia dengan volume mencapai 13,229 juta ton. Terkait masuknya impor beras disaat kuota Bulog telah terpenuhi, Said Abdullah, Koordinator Advokasi dan Jaringan, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) kepada Beritalingkungan.com menyayangkan sekaligus mempertanyakan terjadinya hal ini. Menurutnya, menjadi pertanyaan besar ketika tugas Bulog selesai tetapi impor masih ada. Padahal tugas pengadaan beras untuk memenuhi cadangan pangan dan stabilisasi harga hanya dimandatkan kepada Bulog. Selama ini impor beras khusus memang “sepi’ dari pengawasan. Dengan demikian membuka peluang bagi importir untuk berbuat nakal. Tahun 2007 lalu importir juga memasukkan beras untuk konsumsi hotel dan restoran hingga 185.000 ton. Selain beras ketan, beras khusus dibetes terselip beras menir padahal pada waktu itu produksi cukup. Menurut Said, fenomena ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengontrol perdagangan beras. Semestinya pemerintah selaku regulator memiliki niat kuat dan kemampuan untuk mengendalikannya. “Pemerintah telah gagal melindungi petani dalam negeri dengan membiarkan terjadinya praktek impor dengan izin khusus karena yang menerima dampak terbesar dari situasi ini tentu saja petani indonesia sendiri,”ujarnya. Perdagangan beras yang dilakukan oleh importir sangat rawan terjadi free rider. Izin impor sangat mungkin disalahgunakan dengan mengimpor beras untuk dilempar kepasar umum. Sementara pengawasan sangat lemah. Selama ini publik lebih banyak ditarik perhatiannya pada impor yang dilakukan bulog. Sepinya pengawasan bisa jadi pintu belakang bagi masuknya beras impor dengan label izin impor beras khusus. Munculnya impor ini juga menunjukkan kuatnya tarik menarik kepentingan didalam pemerintah sendiri. Hal ini diindikasikan dengan saling lempar tanggung jawab antara kementerian pertanian dan kementrian perdagangan. Dalam pernyataannya seperti yang dilansir sejumlah media, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa izin impor dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan setelah ada rekomendasi. Dalam realisasinya Kementerian Perdagangan yang melakukan pengawasan. Sementara Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa secara teknis ketentuan impor beras khusus (jenis dan jumlah) diatur oleh Kementerian Pertanian. “Silang pendapat dan lempar tanggungjawab diantara kementerian menunjukkan pemerintah memang tak ingin melindungi produksi dan produsen dalam negeri. Ujar Said. “Jika memang pemerintah memiliki paradigma dan kemauan untuk melindungi dan menyejahterakan petani saling lempar tanggungjawab tidak dilakukan. bukankah kementerian-kementerian itu bagian dari satu pemerintahan?,”tambahnya. KRKP mengharapkan sikap pemerintah untuk lebih tegas dalam menunjukkan niatnya melindungi petani. Pemberian sanksi bagi importir nakal tidak lah cukup. Sanksi tidak dapat merubah banyak hal. Menurut Said, sudah saatnya pemerintah merubah paradigma dalam memandang pangan (beras). Pangan hendaknya dipandang sebagai hak dasar setiap warga negara. Karenanya sebuah pengingkaran jika pangan diserahkan ke pasar karena hanya akan menimbulkan persoalan. Sudah saatnya paradigma kedaulatan pangan dilakukan. dengan demikian persoalan pangan menjadi domainnya pemerintah bukan lagi pasar. “Pada akhirnya hak atas pangan setiap warga negara dapat terpenuhi. Pada sisi yang lain kesejahteraan petani selaku produsen pangan dapat ditingkatkan,”tandasnya.

Kemtan: Pengumuman Beras Juni Untuk Hindari Spekulasi

Pertimbangan untuk tidak mengumumkan karena pengumuman produksi naik atau turun tetap membawa mudarat. Kementerian Pertanian (Kementan) akan mengumumkan angka ramalan (Aram) I produksi beras nasional pada 1 Juni mendatang. "Kami tidak melakukan rilis resmi dari aram I karena bisa digunakan sebagai spekulasi pihak-pihak tertentu, terutama dalam mempermainkan harga beras," kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan di Jakarta, hari ini. Rusman menjelaskan, pertimbangan untuk tidak mengumumkan karena pengumuman produksi naik atau turun tetap membawa mudarat. "Kalau prediksi aram I tinggi sehingga seolah-olah tidak perlu impor. Padahal kalau impor lambat, bisa jadi masalah gejolak harga," papar dia Dia menilai, jika produksi beras dalam aram yang diumumkan rendah, dorongan impor tinggi. Padahal dasarnya hanya prediksi dan belum ada realisasinya. Berdasarkan angka perkiraan sementara Kementan, produksi beras nasional selama Januari-April 2012 naik 3 persen. Sedangkan Aram I 2012 dari Badan Pusat Statistik (BPS) tumbuh 1,6 persen. "Indikasinya, Bulog sudah bisa menyerap 3,2 persen. Mudah-mudahan produksi akan bertambah dari tanam gadu," kata Rusman. Tahun ini, untuk pertama kalinya BPS tidak melansir Aram I produksi padi, yang biasanya diumumkan awal Maret. Selama ini, pemerintah mengumumkan angka ramalan produksi beras nasional lima kali per tahun, yaitu aram I, II, IIIn angka sementara, dan angka tetap. Keputusan tersebut dilakukan karena Aram I hanya menghitung prediksi produksi pada musim tanam Oktober, November, dan Desember. Sedangkan untuk bulan-bulan berikutnya masih berupa prediksi dari luas tanam ke depan. Pada 2012, Kementerian Pertanian menargetkan produksi padi 68 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 3,2 persen dari tahun lalu 65,74 juta ton GKG.

Selasa, 05 Juni 2012

IMPOR BERAS: Thailand komitmen siap pasok 1 juta ton

BANGKOK: PM Thailand Yingluck Shinawatra menyanggupi untuk menyediakan kuota ekspor beras sebanyak 1 juta ton per tahun ke Indonesia. Hal itu menjadi bagian dari komitmen kerjasama investasi dan berdagangan yang dibahasnya dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bangkok, Jumat 1 Juni 2012. Dalam kaitan ini, menurut Staf Khsus Presiden Teuku Faizasyah, Presiden minta Mentan Suswono dan Menteri KP Cicip Syarief Sutardjo menindaklanjuti semua kesepakatan kerjasama bilateral dengan negara tetangga itu, terutama yang belum terealisasikan. "Jadi pertemuan kedua pemimpin menekankan penguatan kerja sama di bidang pertanian dan perikanan yang dinilai strategis bagi kedua negara," katanya yang ikut mendampingi Presiden bertemu dengan mitranya tersebut. PM Yingluck sendiri menyanggupi menyediakan impor besar 1 juta ton per tahun kalau Indonesia memerlukannya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri Dia menambahkan kedua kepala negara sepakat bahwa kerjasama yang ingin dibangun oleh kedua negara dijauhkan dari upaya saling mendominasi. Yang dinginkan, lanjutnya, komitmen untuk saling mengisi dengan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing negara. "Thailand kan kuat di agrikulturnya maka kita bekerjasama untuk memperkuat sistem pertanian agar tercapai kemandiran pangan pada masa mendatang. Juga soal perikanan yang sumberdayanya sangat besar di Indonesia dengan terotorial laut yang begitu luas," katanya.