PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 02/18/12

Sabtu, 18 Februari 2012

Pemerintah Nggak Tanggap Tekan Kenaikan Harga Beras

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan DPR mendesak pemerintah memperhatikan nasib rakyat miskin. Lonjakan harga beras harus secepatnya dihentikan. Wakil Ketua Umum Kadin Bi¬dang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur menilai, permasalahan beras di Indonesia tidak hanya berkutat seputar har¬ganya. Tapi, juga ma¬¬¬salah pro¬duk¬si yang minim. “Kita tetap ingin produksi te¬tap ditingkatkan dan harga sta¬bil,” pinta Natsir kepada Rakyat Mer¬deka di Jakarta, kemarin. Menurut Natsir, harapan terse¬but bisa terwujud asalkan Indo¬nesia memiliki sistem logistik yang kuat, efektif, efisien dan aman. Karena hal ini sangat mem¬¬pengaruhi distribusi beras di pasar domestik dan bersaing di ting¬kat internasional. “Kita meli¬hat saat ini berbagai aspek untuk memenuhi kebutuh¬an logistik belum tercapai. Aki-batnya harga beras di beberapa kota pun sudah mulai beranjak naik,” ujarnya. Di Jawa Tengah, kenaikan har¬ga beras sebesar 3,95 persen me¬micu inflasi di Januari 2012. Laju inflasi menjadi 0,42 persen de¬ngan indeks harga konsumen (IHK) 127,29, lebih tinggi dari Desember 2011 yang hanya 0,37 persen dengan IHK 126,76. Kepala Bidang Statistik Dis¬tribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng Jam Jam Zamach¬syari mengatakan, inflasi pada Januari 2012 disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan sebesar 1,43 per¬¬sen. Komoditas yang mem¬beri¬kan sumbangan terbesar in¬flasi adalah beras, minyak goreng cu¬rah, telur ayam ras, rokok kre¬tek filter, dan gula pasir. Menurut Jam Jam, harga beras IR 64 super / C4 I yang biasa di¬kon¬sumsi masyarakat naik 2,61 persen dari rata-rata Rp 8.668 per kg pada Desember 2011 menjadi Rp 8.894 per kg di Januari 2012. Untuk beras IR 64 I / C4 II naik 3,95 persen dari Rp 8.010 men¬jadi Rp 8.376 per kg. “Harga beras naik kare¬na stok yang kurang di pasaran akibat belum masuk masa panen raya. Bila panen raya tiba di Februari-Maret menda¬tang, harga beras paling-paling turun Rp 200-Rp 300 per kilogram,” jelasnya. Natsir menyebutkan, kenaikan harga beras ini bisa akibat siklus tahunan karena pada awal tahun biasanya masuk masa paceklik. Panen raya biasanya mulai di¬lakukan akhir Maret, tetapi bila kenaikan harga terus merambat naik, pemerintah perlu mengan¬tisipasi. Seperti memper-cepat penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin). “Ini hal penting karena 60-70 per¬sen dari pendapatan me¬reka rata-rata habis untuk beli bahan pa¬ngan,” timpal Natsir. Anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menilai, pemerin¬tah ti¬dak mampu menjalankan kebija¬kan untuk mengelola sek¬tor per¬tanian secara benar dan tertib. Buktinya, kata dia, pe-merintah hingga kini belum mengambil sikap apapun perihal melonjak¬nya harga beras. “Seharusnya, pe¬me¬rintah se¬gera tanggap menge¬nai masalah ini. Jangan sampai har¬ga beras terus menerus beran¬jak naik,” katanya kepada Rakyat Merdeka. Disamping itu, lanjut Viva, ke¬adaan ini di¬perparah dengan ku¬rang¬nya per¬hatian pemerintah men¬cetak lahan sawah baru. Se¬tiap tahun lahan pertanian yang di¬ubah jadi lahan industri men-capai 80-100 ribu hektare per ta¬hun. “Sementara untuk mem¬buka lahan sawah baru hanya 100 ribu hektar per lima tahun. Jadi, per tahunnya lahan sawah baru hanya sekitar 20 ribu hektar,” jelasnya. Politisi PAN ini juga menilai, pemerintah kurang tanggap dengan rusaknya berbagai ma¬cam sarana infrastruktur untuk menunjang produksi pertanian. Sebagai contoh, pemerintah ku¬rang tanggap membenahi sistem pengairan alias irigasi untuk area pesawahan di berba¬gai tempat. “Itu semua kan pe¬ning¬galan sejarah Orde Baru. Kok hingga kini, tak kunjung pula dibenahi,” ujarnya. Viva juga menilai Bulog belum optimal dalam menyerap daya jual beras dari petani. Menurut-nya, petani di Indonesia lebih me¬nyukai menjual berasnya ke¬pada tengkulak ketimbang ke-pada Bu¬log. “Ini dikarenakan har¬ga yang di¬tawarkan Bulog ma¬sih sangat rendah,” tandasnya. Sedangkan Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso menjelaskan, kendati Bulog memiliki fungsi komersial, pihaknya tidak ber¬upaya mencari keuntungan se¬besar-besarnya, karena juga ha¬rus menjalankan fungsi sebagai sta¬bilisator harga. Menurut dia, petani tidak boleh lagi menjual gabah dan beras di bawah harga pembelian peme¬rin¬tah (HPP). Sementara itu, konsu¬men tidak boleh membeli beras dan gabah dengan harga yang tidak wajar. “Semua cara sedang dilakukan. Nantinya, PSO dan komersial akan dimainkan untuk kepentingan nasional,” katanya. Sebelumnya, Perum Bulog me¬ngaku siap menyediakan beras se¬bagai cadangan nasional dalam jumlah banyak. Sutarto menga¬takan, pihaknya butuh beras hing¬ga 5,869 juta ton tahun ini. Jum¬lah itu untuk berbagai pe¬nya¬luran kebutuhan, yaitu bantuan raskin sekitar 3,4 juta ton, penyaluran be¬ras OP (Ope¬rasi Pasar) komer¬sial 280 ribu ton, beras cadangan bencana alam 56 ribu ton, beras OP murni 133 ribu ton dan ca¬dangan tetap akhir di gudang Bulog sebanyak 2 juta ton. ”Dengan semua ke¬bu¬tuhan itu, maka Bulog harus mampu se¬diakan 5,8 juta ton beras tahun ini, yang dipenuhi dari berbagai sumber,” kata Sutarto. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi (persentase ke¬naikan semua harga barang se¬cara umum) bulan Januari 2012 sebesar 0,76 persen. Secara year on year, laju inflasi mencapai 3,65 persen. Sedangkan laju inflasi inti sebesar 0,44 persen dan laju inflasi inti year on year sebesar 4,29 persen. Pjs Ke¬pala BPS Suryamin menjelas¬kan, penyumbang inflasi terbesar awal 2012 ini adalah ba-han maka¬nan terutama beras. Me¬nurutnya, bobot bahan makanan ter¬hadap inflasi sebesar 0,45 per¬sen “Penye¬bab utama inflasi ma¬sih beras de¬ngan andil sebesar 0,18 pers¬en,” ujarnya.

Sulit Dapatkan Beras, Warga Makan Jagung

Menikmati nasi yang terbuat dari beras seolah menjadi mimpi bagi sebagian besar warga Desa Resowinangun, Kecamatan Sumowono, Kab Semarang. Sulitnya mendapatkan beras karena harganya yang mahal memaksa warga mengkonsumsi nasi jagung. Diakui warga, untuk mengolah nasi jagung memang membutuhkan proses cukup panjang, berbeda dengan nasi dari beras. Untuk membuat nasi jagung, warga harus mengupas dahulu kulit jagung dan membuangnya. Setelah itu jagung yang sudah kering dipisahkan dari tongkol, barulah biji jagung ditumbuk sampai halus dan diayak. Hasil ayakan berupa tepung jagung inilah yang kemudian ditanak menjadi pengganti nasi. Meski makan nasi jagung warga tidak mempermasalahkan karena daripada mengeluarkan uang 9 ribu rupiah hanya untuk 1 kilogram beras. Anak-anak mengaku senang dengan nasi jagung yang disediakan oleh orang tuanya. Mereka dengan lahap menyantap nasi jagung dengan lauk pauk seandanya. Jagung sendiri bagi warga Resowinangun merupakan salah satu tanaman komoditas utama. Warga lebih banyak menanaman jagung daripada padi, mengingat pengairan di wilayah ini juga cukup sulit. (Tata Rahmanta-Kab.Semarang)

Harga Beras Naik, Pemkab Bandung Siapkan OP

Menyusul terus merangkaknya harga beras di Kabupaten Bandung, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bandung berencana akan melakukan operasi pasar (OP). Rencananya, sebanyak 36 ton beras siap disebarkan di empat pasar tradisional, dan masing-masing pasar akan dijatah sebanyak 9 ton. Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bandung Dadang Hermawan, saat ini harga beras di pasaran mengalami kenaikan lebih dari 10%. Harga beras kualitas terbaik sudah mencapai Rp9500 per kilogram dari harga sebelumnya Rp8500 per kilogram. Sedangkan beras kualitas menengah dari sebelumnya dijual seharga Rp7500 per kilogram kini menjadi Rp8500 per kilogram. "Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Koperasi, Perdagangan dan Perindustrian (Diskoperindag) dan Bulog. Kami sepakat akan menggelar operasi pasar di Pasar Banjaran, Soreang, Beleendah dan Pangalengan," ujar Dadang, Senin (16/1/2012). Alasan pemilihan keempat pasar tersebut, lanjutnya, karena keempat wilayah tersebut padat penduduk serta pasokan beras dari distributor kurang. Sedangkan, tanaman padi lokal di kawasan ini juga banyak yang rusak dan sebagian diantaranya belum panen. "Kenaikan harga ini terjadi karena saat ini ada beberapa wilayah sentra padi di Jawa Tengah dan Jawa Barat mengalami gagal panen, akibat terlalu banyak curah hujan,"ungkapnya. Diperkirakan, harga beras akan kembali stabil antara Februari hingga Maret, seiring dengan segera tibanya musim panen raya.[ang]

Harga Beras Mahal, Warga Minta OP Digelar

Seiring harga beras yang terus naik selama beberapa hari terakhir di sejumlah daerah di Kabupaten Garut, permintaan masyarakat terhadap bantuan beras untuk keluarga miskin (raskin) pun turut melonjak. Selain itu, warga pun berharap Pemkab Garut menggelar operasi pasar (OP) untuk membantu meringankan masyarakat miskin mendapatkan beras dengan harga murah. Kepala Desa Sakawayana Kecamatan Malangbong Asep Jalaluddin mengatakan, biasanya pihaknya menerima jatah raskin sebanyak 4,6 ton untuk sekitar 500 rumah tangga miskin (rtm) perbulannya. Namun permintaan terhadap raskin ternyata terus meningkat, terlebih kian mahalnya harga beras saat ini. Di daerah Malangbong, harga beras saat ini mencapai sekitar Rp8.000 per kilogram. "Jangankan untuk mereka yang terbilang miskin, melihat harga beras mahal seperti sekarang ini, saya juga merasakannya berat membelinya," kata Asep, Rabu (11/1/2012). Menurutnya, dirinya sudah mengajukan peningkatan kuota raskin untuk rumah tangga miskin di daerahnya menjadi 7,5 ton raskin ke Pemkab Garut. "Tapi sampai sekarang tak ada responnya. Padahal warga terus-terusan menanyakannya. Apalagi untuk bulan Januari ini, biasanya telat," ujarnya. Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi) Kecamatan Karangpawitan, Ayi Basar, permintaan masyarakat terhadap raskin di setiap desa/kelurahan di wilayah Kecamatan Karangpawitan mengalami kenaikan dua kali lipat. Ayi berharap Pemkab Garut segera mengadakan operasi pasar untuk mengatasi hal tersebut. Dengan catatan, operasi pasar dilaksanakan melalui desa/kelurahan agar tepat sasaran. "Saya tanya rekan-rekan kades di beberapa kecamatan, semuanya menjawab sama, permintaan raskin melonjak akibat harga beras naik," ujarnya. Pantauan INILAH.COM, harga beras di sejumlah pasar tradisional saat ini berkisar Rp8.800 - Rp 9.500 per kilogram, dari semula berkisar Rp 7.000 - Rp 7.600 perkilogram. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kabupaten Garut Yudi Setia Kurniawan menyebutkan, kenaikan harga beras berkisar Rp 200 hingga Rp 400 perkilogram perharinya. Dia menduga, penyebab mahalnya harga beras sebagai akibat terjadi paceklik di beberapa daerah sentra penghasil beras yang dipicu musim hujan

Beras Mahal, Warga Boyolali Makan Jagung

Warga Desa Sampetan, Kecamatan Ampel yang tinggal di lereng Merbabu mengaku memilih makan nasi jagung daripada beras. Pasalnya, harga beras jauh lebih mahal dibanding dengan jagung. Selain itu, sebagian besar penduduknya menanam jagung di ladang mereka. “Jagung lebih murah dibanding beras. Kami tidak perlu membelinya karena setiap ladang warga menanam jagung. Ini merupakan alternatif makanan pokok setelah beras. Kami memilih jagung lokal bukan jenis hibrida,” tutur Sarni, Warga Baturejo, Sampetan Ampel saat ditemui wartawan di rumahnya, Rabu (25/1). Sarni menambahkan jagung putih setelah ditepungkan tidak banyak seratnya. Jagung dihaluskan dengan cara ditumbuk bukan menggunakan mesin penggiling jagung. Sebab, jika harus diselepkan akan membutuhkan banyak uang. Menurutnya, daripada uang untuk menyelepkan jagung menjadi tepung lebih baik untuk membeli bumbu dan kebutuhan lainnya. Kondisi yang demikian bukan hanya dialami warga Dukuh Baturejo saja. Akan tetapi, warga dari dukuh lain seperti Cemorosewu, Ganduman serta Sukorame juga mengonsumsi nasi jagung. Pasalnya, baik pada musim kemarau ataupun penghujan tidak ada makanan pokok lain yang menggantikan jagung. “Sebagian besar petani memilih mengkonsumsi jagung. Harganya jauh lebih murah sekitar Rp2.300/kg. Jika beras harganya lebih mahal dua kali lipatnya yaitu Rp7.000-Rp9.000/kg,” tambah Narni, warga lain. Pada umumnya, warga lereng Merbabu menanam jagung di ladang sendiri. Mereka lalu menyimpan jagung dalam bentuk klobotan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga beberapa bulan. Lahan di Sampetan itu seperti umumnya pertanian di lereng gunung. Tekstur tanah yang miring, berhawa dingin dan tidak cocok ditanami padi. Selain jagung dan sayuran, tanaman tembakau merupakan unggulan daerah setempat. Wakil Ketua Fraksi PDIP DPRD Boyolali, Dwi Adi Agung Nugroho pun mengatakan sebagian besar masyarakat setempat memang mengonsumsi jagung untuk makan sehari-hari.

Beras Mahal, Warga Garut Nyaris Terancam Kelaparan

Masih mahalnya harga beras, akibat kenaikan harga yang ”ngageureudeug” (amat-sangat masif), mengakibatkan adanya warga Kabupaten Garut yang kini berkondisi nyaris terancam kelaparan. Beberapa penarik becak, termasuk mengaku bernama Ukun(36) kepada Garut News di Kawasan Pengkolan, Rabu, mengemukakan selama sepekan terakhir setiap harinya rata-rata hanya bisa menghasilkan uang berkisar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu. ”Bisa dibayangkan dengan penghasilan itu, harga beras diatas Rp9 ribu/kg, besarnya biaya anak sekolah setiap harinya, juga keperluan pokok lain, sehingga kerap terpaksa mengonsumsi kukusan pisang mentah,” katanya. Keluhan senada mengemuka dari beberapa pemulung termasuk Ny. Unah, juga mengaku setiap hari mengais rejeki dengan cara ”gacong” di pasar Guntur, dari hasil usahanya rata-rata setiap hari bisa mengantongi uang berkisar Rp5 ribu hingga Rp10 ribu. Ditemui terpisah Ketua Komisi D DPRD setempat, dr H. Helmi Budiman, MM kepada Garut News katakan, tingginya harga beras tersebut, patut segera disikapi Pemkab dengan melakukan beberapa penanganan penanggulangan. Diantaranya secepatnya mengeluarkan beras cadangan dari gudang Bulog, menyusul kalangan petani pun saat ini masih banyak mulai melakukan penanaman. Kemudian juga segera digelar ”operasi pasar” (OP) beras murah, yang tak hanya pada satu lokasi melainkan dilaksanakan di berbagai tempat, yang kondisi penduduknya berkondisi rawan daya beli. Selain itu pelaksanaan OP hendaknya tak hanya satu kali, melainkan juga bisa digelar beberapa kali, sekaligus sebagai peringatan agar lumbung padi masyarakat semestinya lebih digalakan lagi pada setiap desa, bahkan di masing-masing perkampungan. Helmi Budiman mengingatkan pula, ”setiap tahunnya produk beras Garut mengalami surplus ratusan ribu ton, justru jangan seperti fenomena tikus mati di lumbung padi”, katanya. Terus ditingkatkannya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, serta perlu dimilikinya cadangan, menyusul kalangan petani penggarap termasuk komunitas rentan rawan daya beli. Kemudian ”beras untuk masyarakat miskin” (Raskin), agar proses penyalurannya disertai kebijakan menyeluruh agar jelas pendistribusiannya, prioritaskan masyarakat yang tidak mampu, karena peruntukannya pun untuk warga miskin. Didesak pertanyaan Garut News, mengenai diunggulkannya oleh PKS bisa mengganti posisi jabatan Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman katakan, sebagai bagian dari demokrasi menyusul adanya peluang. Namun dia juga berpendapat, proses pencalonan sepenuhnya kewenangan bupati, untuk kemudian diusulkan kepada DPRD, meski masih belum jelas dari parpol atau independen, katanya. Diingatkan, bupati dan wakilnya masing-masing memiliki tupoksi, sebagai wakil dipastikan tak akan merecoki tugas bupati, melainkan wakil antara lain berkewajiban memberikan masukan berupa saran maupun usul, katanya pula.