PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 06/29/12

Jumat, 29 Juni 2012

Ratusan Hektare Padi di Tasikmalaya Gagal Panen



TASIKMALAYA—MICOM Seluas 700 hektare tanaman padi siap panen di Tasikmalaya dan sekitarnya gagal panen atau puso akibat dampak kemarau panjang yang beberapa pekan terakhir melanda wilayah itu, serta rusaknya beberapa saluran irigasi.

Kecamatan yang paling parah terkena dampak kekeringan, antara lain Kawalu, Indihiang, dan Sukaratu. Adapun kelurahan dan kecamatan lainnya masih termasuk kategori terancam gagal panen, seperti Cibeurueum dan Bebadahan.

Ketua Kelompok Tani Mitra Lestari (KTML) Ganda Saputra, Selasa (26/6), mengatakan areal tanaman yang gagal panen antara lain 2,5 bulan hingga 3 bulan. "Kerugian materil yang dialami masih dalam pendataan kelompok tani setempat. Termasuk menghitung biaya produksi, seperti pembelian pupuk dan benih," ungkapnya.

Namun, dari pemantauan Media Indonesia, kerugian akibat bencana kekeringan mencapai ratusan juta rupiah karena pada umumnya tanaman padi yang gagal panen sudah masuk dalam kategori siap panen.

Sementara itu, luas areal persawahan yang terancam puso di bawah 1.000 hektare. Hingga saat ini, petani setempat masih berupaya menyelamatkan tanaman mereka, di antaranya dengan melakukan sistem pompanisasi dan memperbaiki secara manual beberapa saluran irigasi.

Ganda menuturkan selain akibat kemarau panjang, penyebab kekeringan di wilayah Tasikmalaya adalah rusaknya sebagian besar saluran irigasi. "Untuk itu, kami minta dinas pertanian dan tanaman pangan melalui pemerintah daerah setempat untuk peduli terhadap keberadaan saluran irigasi yang sudah rusak, dan tidak terpakai. Ini jelas merugikan petani," pintanya.

Sedangkan untuk meminimalisasi merebaknya kekeringan di wilayah itu, beberapa kelompok tani berusaha mengairi ereal persawahnnya dengan cara manual. Mereka sengaja membuat alat penyedor air dari selokan dengan alat seadanya.

Gagal Panen Ancam Petani Selatan Sukabumi

Sukabumi - Dampak kekeringan mulai dirasakan masyarakat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Salah satunya dirasakan para petani di wilayah Kecamatan Surade.

"Musim kemarau ini sudah kami rasakan dampaknya terjadi kekeringan di areal persawahan," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Surade.

Menurut Sahlan, kekeringan akan mengakibatkan gagal panen (puso). Apalagi banyak petani yang mulai menanam padi pada bulan April lalu. Namun pada saat ini sudah merasakan kesulitan untuk mendapatkan air.

"Mayoritas areal persawahan di sini merupakan sawah tadah hujan. Sekarang sudah memasuki musim kemarau dan jarang sekali turun hujan," ujarnya.

Seharusnya, lanjut Sahlan, pada musim tanam kedua atau sekitar bulan April para petani tidak lagi menanam padi. Sebaiknya menanam tanaman palawija yang tidak terlalu membutuhkan air.

"Namun, masih banyak para petani yang belum menerapkannya. Walaupun ada beberapa petani yang saat ini sedang menanam palawija seperti kedelai," tutur Sahlan.[

Harga Beras Naik, Petani Tak Kebagian Untung



Garut - Setelah sempat turun pada panen raya beberapa waktu lalu, harga beras di sejumlah kecamatan kini kembali mengalami kenaikan. Sejumlah pedagang beras menyebutkan, harga beras kembali naik diduga sebagai akibat berakhirnya panen raya pada musim tanam pertama.

Seorang bandar beras di Kampung Nangkaruka Kecamatan Pakenjeng, Sabda Nur (44) mengatakan, dalam sepekan terahir ini harga beras di daerahnya naik sekitar Rp300-Rp500 per kilogram. Saat ini, harga beras Sarinah Garut (SG) di tingkat penggilingan padi mencapai Rp7.300-Rp7.500 per kilogram, dari sebelumnya di bawah Rp7.000 per kilogram. Sedangkan selisih harga beras di tingkat pasar atau warung-warung lebih tinggi, antara Rp500-Rp1.000 per kilogram.

"Sekarang ini para pedagang beras harus saling berebut untuk mendapatkan beras. Harus cepet-cepetan. Kalau tidak, pedagang tidak mendapatkan pasokan beras," ujar Sabda Nur.

Pedagang beras lainnya, Endun (67) menduga, kenaikan harga beras selain karena faktor berakhirnya masa panen raya pertama, juga dipicu semakin dekatnya bulan Ramadan.

Namun kenaikan harga beras yang terjadi, ternyata tidak terlalu berdampak terhadap keuntungan yang diperoleh para petani. Mereka sama sekali tidak bisa menikmati kenaikan harga beras tersebut.

Sejumlah petani menyebutkan, hal itu karena hampir semua petani sudah selesai memanen padi, dan gabahnya sudah berpindah tangan ke para bandar.

"Sebagian besar petani saat ini sedang persiapan memasuki musim tanam kedua," ujar Ende (58), petani di Kecamatan Pangatikan

Petani Jabar Mulai Rasakan Dampak Kemarau



Cianjur- Petani dan peternak di kawasan Cianjur bagian utara, Jabar, mulai merasakan dampak musim kemarau, selain kesulitan mendapatkan air untuk menyiram tanaman, peternak di kawasan itu, kesulitan mendapat pakan ternak.

Ratusan petani di Kecamatan Cipanas, Pacet, Mande dan Cikalong, membenarkan hal tersebut. Saat ini petani sayuran mulai merasakan lansung dampak masuknya musim kemarau, akibatnya petani sayuran banyak yang merugi karena tanaman sayuran mereka terserang hama serta layu.

"Terlebih tanaman sayuran jarang disiram karena minim ketersediaan air, begitu juga halnya yang dialami petani padi, dampaknya setiap petani terlambat menanam kembali akibat air untuk mengairi sawah dari irigasi sudah kering," kata Gungun (38) petani sayuran di Kecamatan Pacet.

Hal senada terucap dari Sukur (54) pertani di wilayah Cipanas, dia mengungkapkan, meskipun ada petani yang saat ini panen, baik sayuran maupun padi, kualitas dari tanaman tersebut kurang bagus dan tidak menutup kemungkinan setiap petani merugi.
"Parahnya lagi kerugian yang dialami petani sayuran selain tanaman yang rusak akibat terserang hama penyakit, juga menurunnya nilai jual karena agen yang biasa menampung sayuran dari wilayah Cipanas, saat ini lebih banyak mengambil sayuran dari sentra sayuran yang ada di daerah lain," katanya.

Dia menambahkan, sejak datangnya musim kemarau tanaman kol yang ada di lahan miliknya jarang disiram, kurangnya air tersebut membuat tanamannya mudah terkena hama.

"Akibatnya kwalitas tanaman menjadi berkurang, diperparah dengan jatuhnya harga jual sayuran jenis kol sejak satu pekan terakhir, Rp3.500 perkilogram, saat ini harga menurun drastis Rp1.300 perkilogram," tandasnya.

Sementara itu, sejumlah peternak di wilayah yang sama, mengeluh kesulitan mendapatkan rumput untuk pakan ternak. Pasalnya sejak satu pekan terakhir, untuk mendapatkan rumput segar yang biasanya didapat dengan udah, saat ini, mereka terpaksa harus membeli.

"Rumput liar yang biasa mudah didapat, saat ini mengering kepanasan, sehingga untuk memberi makan ternak, kami terpaksa membeli ke sejumlah petani," kata Misbah peternak di Kecamatan Mande.