PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 08/27/12

Senin, 27 Agustus 2012

Hun Sen minta Indonesia beli beras Kamboja

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen meminta Indonesia membeli beras dari Kamboja karena negeri itu memiliki surplus produksi beras ratusan ribu ton dan juga berharap agar pengusaha Indonesia bisa melakukan investasi pasca-panen seperti dalam bidang teknologi penggilingan gabah.

"Saya dengar sendiri, Hun Sen menyampaikan permintaan itu langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat bertemu pada KTT ASEAN di Bali tahun lalu," kata Dubes RI untuk Kamboja Soehardjono Sastromihardjo di Siem Riep, Kamboja, Minggu, di sela-sela pertemuan pejabat senior ekonomi ASEAN yang mempersiapkan Pertemuan ke-44 Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN.

Perdana Menteri Hun Sen dijadwalkan membuka secara resmi Pertemuan ke-44 Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN yang akan membahas masalah kerjasama perdagangan dan investasi, termasuk di dalamnya masalah keamanan pangan. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang sudah tiba di Siem Riep sejak Minggu siang.

Kamboja terkenal sebagai negara agraris karena 80 persen penduduknya bertani. Kamboja memproduksi 8,25 juta ton beras tahun 2011. Pada tahun 2012, Kamboja mentargetkan eskpor beras sebanyak 180.000 ton.

"Sampai dengan 2015, Kamboja mematok target ekspor beras sedikitnya 1 juta ton. Kualitas berasnya bagus dengan harga yang lebih murah," kata Dubes Soehardjono yang ikut hadir dalam pertemuan Hun Sen dengan Presiden Yudhoyono.

Direktur Pengembangan Bisnis PT Galuh Prabutrijaya Mohamad Helmi yang memasok pupuk ke kelompok tani Kamboja juga membenarkan jika kualitas beras Kamboja tidak kalah dengan beras Vietnam atau Thailand dengan harga yang bersaing.

"Harga beras putih terbaik Kamboja harganya sekitar 450 dolar per ton, sementara di Thailand harganya bisa sampai 600 dolar per tonnya," kata Helmi.

Selain meminta Indonesia membeli beras Kamboja, menurut Soehardjono, Hun Sen juga meminta investor Indonesia untuk menanam modal dalam kegiatan pasca panen. "Mereka tidak punya penggilingan padi yang cukup. Untuk itu sebagain gabahnya digiling di Vietnam dan Kamboja," katanya lagi.

Kamboja membidik pasar Eropa dan AS untuk ekspor berasnya. Sementara, pasar Asia yang menjadi sasaran adalah Korsel, China, Jepang dan Indonesia.

Harian The Phnom Penh akhir Maret 2012 memberitakan rencana Kamboja yang akan menandatangani kesepakatan pengiriman sebanyak 20.000 ton beras giling dengan harga 400 dolar AS per ton dengan pemerintah Indonesia.

Harian itu melaporkan bahwa pembicaraan telah dilakukan antara pihak Kamboja dan Indonesia. Kamboja diwakili Thon Virak direktur BUMN perdagangan beras Green Trade sekaligus ketua asosiasi eksportir dan federasi penggilingan padi.

"Kesepakatan sedang menunggu persetujuan oleh kedua negara," tulis The Phnom Penh Post. Thon Vireak mengatakan Jakarta memesan beras antara 10.000 dan 20.000 ton pada harga 400 dolar AS per ton.

"Sebenarnya, mereka meminta sekitar 200.000 ton, tapi saya tidak bisa menerima karena sangat besar," katanya.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso kepada pers pernah mengungkapkan penjajakan dengan Kamboja sudah dilakukan sejak tahun lalu, namun belum tercapai suatu kesepakatan. "Kami jajaki impor beras dari negara lain untuk menghindari monopoli yang bisa menyebabkan kecenderungan harga naik," katanya.