PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 04/16/12

Senin, 16 April 2012

Pemerintah Siapkan Pasar Murah

Bulog boleh saja mengalami kesulitan dalam menyerap beras petani. Namun, harga beras di pasar dalam negeri hingga saat ini masih cukup stabil. jika dibandingkan harga bulan Februari, harga komoditas beras pada bulan Maret 2012 ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga rata-rata beras umum pada bulan Februari 2012, tercatat Rp10.520/kg sementara rata-rata pada minggu keempat bulan Maret 2012 turun menjadi Rp10.362/kg. Sementara untuk harga beras termurah pada Februari lalu tercatat Rp8.390/kg dan rata-rata minggu keempat bulan Maret turun menjadi Rp8.260/kg atau sebesar 0,03 %. “Untuk kenaikan harga beras yang terjadi pada akhir Februari lalu karena keterbatasan suplai yang tidak terlalu mencukupi,” kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Gunaryo. Dia juga memastikan kalau harga beras pada bulan April ini tidak akan mengalami kenaikan berarti walaupun pemerintah menutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Gunaryo mengatakan bahwa memang akan ada sedikit pengaruh dari sektor transportasi terhadap komoditas beras. Namun pengaruhnya tidak signifikan “Seperti beras dari Jawa Barat ke Cipinang memang akan terpengaruh biaya angkut, namun setelah dilakukan perhitungan, hanya akan terpengaruh sekitar 0,33% untuk tiap kilogram,” tambah Gunaryo. Dia juga menambahkan bahwa akhir bulan April hingga awal Mei merupakan masa panen. Dengan demikian meskipun ada pengaruh dari biaya transportasi, harga beras tidak akan naik, namun juga harapkan harga beras tidak akan turun. Untuk menjaga pasokan beras, Kemendag, ungkap Gunaryo, telah berkoordinasi dengan dinas perdagangan di daerah untuk menjaga kepastian pasokan barang. Ia mengungkapkan para dinas di daerah sudah mewaspadai jangan sampai terjadi penimbunan seperti yang terjadi pada pasokan BBM. Pengelola gudang sembako di daerah diwajibkan melapor untuk mendata jumlah barang yang tersedia di gudang mereka. “Pemantauan perdagangan dilakukan untuk mengetahui kekuatan masing-masing daerah. Kalaupun diperlukan tambahan bisa dipenuhi secara cepat,” tambahnya. Gunaryo menuturkan, untuk membantu masyarakat pemerintah akan memfasilitasi bazar atau pasar murah mulai 11 April mendatang. Selain itu, meskipun secara persentase kenaikan harga terlihat sedikit, Gunaryo berharap masyarakat kurang mampu masih mendapatkan fasilitas beras miskin. “Distribusi raskin jangan sampai terhambat. Saya kira ini juga salah satu upaya untuk menekan teman-teman kita yang kurang mampu,” ujarnya. Stabilnya harga beras juga diakui oleh Nellys Soekidi, yang memiliki toko di PIKJ. Menurutnya, hingga saat ini harga beras di PIKJ masih relatif stabil. Begitu juga dengan pasokannya. “Kegiatan panen raya yang saat ini masih terjadi di wilayah Jawa menjadi penyebab utama stabilnya harga dan pasokan beras saat ini,” paparnya

Pedagang Yakin Impor

Kalangan pedagang beras memastikan kalau produksi beras tahun ini tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan nasional sehingga perlu dilakukan upaya untuk menambal kekurangan pasokan itu melalui kegiatan impor “Jika melihat kondisi panen raya yang terjadi pada saat ini, besar kemungkinan kalau produksi beras tahun ini tidak akan memenuhi kebutuhan di dalam negeri,” kata ketua Perhimpunan Penggilingan Padi (Perpadi) DKI Jaya, Nellys Soekidi kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu. Menurut Nelly, tidak mampunya produksi beras tahun ini untuk memenuhi kebutuhan nasional, bukan disebabkan oleh kegiatan budidaya padi yang mengalami kegagalan, tetapi lebih disebabkan oleh menyusutnya lahan pertanian padi. “Jika dilihat dari tingkat produktivitas, volume padi yang dihasilkan setiap hektare lahan padi mengalami kenaikan,” ujarnya. Dia mencontohkan, pada panen raya yang terjadi saat ini, banyak lahan padi di sejumlah wilayah di Jawa yang mampu menghasilkan panen sekitar 6 ton/ha. Tingkat produktivitas ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tingkat produktivitas lahan padi tahun-tahun sebelumnya yang tidak mampu menghasilkan panen 6 ton/ha. Namun, peningkatan pada sisi produktivitas itu tidak diimbangi oleh pengamanan atau perluasan lahan padi. Justru yang terjadi adalah merebaknya gejala penyusutan lahan padi di Jawa. Nellys mencontohkan, kondisi lahan padi di sekitar Ngawi-Madiun, Jawa Timur. Di sepanjang wilayah itu, kini banyak berdiri kawasan pemukiman. Padahal, dulunya, kawasan itu merupakan kawasan pertanian. “Hal ini juga terjadi di kawasan Karawang, Jawa Barat. Di kawasan yang dulunya dikenal sebagai lumbung padi Jawa Barat itu sekarang banyak berdiri kawasan industri dan perumahan,” papar Nellys. Dengan produksi beras yang tidak cukup banyak itu, tentunya Bulog akan mengalami hambatan dalam melakukan penyerapan beras di musim panen sekarang ini. Menurut Nelly, dalam kondisi produksi beras yang tidak terlalu besar ini, Bulog akan kesulitan untuk melakukan penyerapan karena lembaga ini juga akan bersaing dengan kalangan pedagang dalam mendapatkan beras petani. “Jika Bulog menaikkan harga pembelian untuk menyerap beras petani, maka pedagang juga akan menaikkan harga pembeliannya guna mendapatkan beras dari petani,” ujarnya. Bagi Nellys, besar kecilnya penyerapan beras petani oleh Bulog tidak bisa ditentukan oleh sisi harga, termasuk penetapan harga pembelian pemerintah. Kemampuan penyerapan beras oleh Bulog lebih ditentukan oleh besar kecilnya produksi beras. Dia juga menilai mampu tidaknya Bulog untuk mencapai target penyerapan beras petani akan ditentukan pada kegiatan penyerapan pada musim panen yang saat ini berlangsung. “Seharusnya, musim panen kali ini menjadi momen bagi Bulog untuk menyerap beras sebanyak-banyaknya. Jika musim panen kali ini tidak mampu melakukan penyerapan secara maksimal, maka jangan harap penyerapan bisa dilakukan lebih besar lagi pada panen kedua,” katanya. Saat ini, kegiatan panen raya masih terjadi di sebagian sentra produksi di Jawa Tengah dan mulai terjadi di sejumlah sentra produsen di Propinsi Jawa Barat. Sementara untuk wilayah Jawa Timur, kegiatan panen raya sudah usai sejak bulan lalu. Nellys juga mengimbau Bulog untuk tidak mengambil risiko dalam mengamankan pasokan dan kebutuhan beras nasional. Jika memang penyerapan beras petani tidak maksimal, sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan stok cadangan beras pemerintah, maka tak ada salahnya Bulog mencari tambahan pasokan dari kegiatan impor. “Kegiatan impor tidak menjadi masalah sepanjang kegiatan itu bisa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap komoditas beras,” tegasnya. Walaupun begitu, Nellys juga mengingatkan pemerintah agar bersungguh-sungguh dalam meningkatkan produksi beras dengan memberikan perhatian lebih besar terhadap produktivitas dan perluasan lahan pertanian sehingga tidak lagi mengambil jalan pintas berupa impor beras guna memenuhi kebutuhan dalam negeri

Kemungkinan Indonesia Kembali Impor Besar Sangat Terbuka

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, kemungkinan Indonesia kembali mengimpor beras masih sangat terbuka. Pasalnya, target pertumbuhan produksi oleh Kementerian Pertanian masih rendah. “Peningkatan produksai gabah dan beras yang dicanangkan Kementerian Pertanian tidak sampai lima persen. Padahal menurut pengalaman agar tidak perlu mengimpor beras peningkatan produksi harus sekitar 6 hingga 7 peren,’ katanya, kemarin. Pihak Kementerian Pertanian sepertinya tidak memiliki keyakinan mereka dapat mencapai target dalam roadmap pertanian. Mereka bahkan berencana merevisi beberapa target yang dirasa tidak dapat tercapai. Target produksi kian menurun menunjukkan impor beras sangat dimungkinkan. Sutarto mengatakan, jika peningkatan produksi beras tetap di bawah lima persen maka impor beras akan dilakukan. Kementan nampaknya tidak mampu meningkatkan produksi gabah dan beras sampai lima persen hingga 2015 dalam roadmap pertanian. “Jika peningkatan di bawah lima persen maka impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidak bisa dihindari,” katanya. Berdasarkan data skenario surplus beras Kementan produksi beras dan gabah tidak mencapai lima persen tiap tahun hingga 2015. Hal inilah yang membuat Bulog pesimis impor tidak akan terjadi. Pada 2010 peningkatan produksi hanya 3,22 persen, 2011 turun menjadi 1,13 persen, 2012 sedikit meningkat menjadi 3,20 persen. Kementan kemudian menaikan target produksi naik pada 2013 sekitar 4,15 persen. Di 2014 dan 2015 pun angkanya sama.