PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: 07/02/12

Senin, 02 Juli 2012

Target Swasembada Pangan Terkendala Luas Lahan

Target swasembada pangan nasional masih terbentur ketersediaan lahan dan infrastruktur dasar. Pemerintah sulit menyiapkan lahan dalam jumlah besar untuk mendongkrak produktivitas pangan nasional.

"Swasembada kedelai membutuhkan 500 ribu hektare (Ha) dan gula 350 ribu Ha. Itu semua belum terpenuhi," kata Menteri Pertanian Suswono saat pembukaan rapat kerja dan konsultasi nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (1/7) malam .

Suswono menjelaskan persoalan tersebut terkait pembebasan dan tumpang tindih peruntukan lahan dalam rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Akibatnya, pemerintah sulit mencetak lahan baru untuk pengembangan tanaman pangan. Termasuk, memanfaatkan lahan kritis. "Walaupun banyak tersedia lahan di depan mata tetapi setelah dicek ternyata itu kawasan hutan. Padahal, hutannya tidak ada lagi," jelas Mentan.

Ia mengungkapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pernah berjanji membebaskan 2 Ha dari 7,5 Ha lahan terlantar untuk areal pertanian. Janji tersebut hingga kini belum teralisasi karena eksekusi kepemilikan lahan selalu gagal. Namun, Mentan tidak menyebut lokasi lahan yang dimaksud. "Eksekusi memang tidak mudah tapi masak pemerintah kalah. Kalau memang aturannya yang tidak mendukung, kan bisa diubah," ungkapnya.

Suswono menambahkan, areal pertanian semakin tergerus untuk kegiatan pembangunan. Sekitar 100 ribu Ha areal pertanian di Indonesia beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan nonpertanian setiap tahun. Kondisi infrastruktur dasar juga memberikan kontribusi terhadap perlambatan target swasembada pangan. Selain kondisi jalan yang belum memadai, banyak saluran irigasi yang rusak. "Sekitar 52% (saluran) irigasi rusak. Begitulah faktanya," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu

Pemerintah Tetap Impor Beras meski Produksi Surplus

Produksi beras telah mengalami surplus untuk tiap tahun. Tetapi, pemerintah bakal tetap mengimpor beras. Alasannya, untuk mengamankan kebutuhan sepanjang tahun.

Menteri Pertanian Suswono di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (1/7) malam, mengungkapkan produksi beras nasional tahun ini mencapai 37 juta ton. Sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 33,5 juta ton. Sehingga, terjadi surplus 3,5 juta ton. Hanya saja, menurut Suswono, surplus itu belum mampu memenuhi cadangan pangan nasional. "Konsumsi nasional beras mencapai 2,8 juta ton per bulan. Jadi, untuk cadangan selama tiga bulan dibutuhkan sekitar 10 ton," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut saat pembukaan rapat kerja dan konsultasi nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo

Suswono mengakui persoalan perberasan sangat kompleks. Di satu sisi, pemerintah harus mencukupi kebutuhan beras untuk masyarakat dengan harga murah. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut meningkatkan kesejahteraan petani.

"Peran Bulog (Badan Urusan Logistik) untuk menyerap beras lokal juga belum optimal, yakni hanya 2,3 juta ton. Sebab, penyerapannya dibatasi harga pembelian pemerintah," urainya.

Suswono juga mengkritik kalangan pengusaha yang lebih tertarik berinvestasi di sektor perkebunan, semisal kelapa sawit daripada sektor tanaman pangan. "Padahal, (bisnis) kelapa sawit suatu saat akan mengalami titik jenuh," kata dia.

PRODUKSI BERAS: Tahun ini diprediksi surplus 3 juta ton

Surplus produksi beras tahun ini diperkirakan sekitar 2-3 juta ton, sehingga stok beras nasional dinilai belum pada titik aman. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian berpendapat jika ada rencana impor beras, maka untuk memperkuat cadangan beras nasional.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan jika pada tahun ini ada rencana impor beras, maka importasi itu tidak dikaitkan dengan tidak swasembada. Hal itu disebabkan, produksi beras tahun ini surplus 2-3 juta ton, tetapi untuk memperkuat stok, maka kemungkinan diperlukan impor.

"Kalau ada wacana impor [beras], mudah-mudahan tidak impor, impor itu bukan soal swasembada, tetapi untuk lebih aman stok. Kalau swasembada, maka tidak salah kalau kita impor, lebih semata-mata supaya bangsa ini lebih aman, untuk mengurangi spekluasi harga," ujarnya akhir pekan lalu.

Dia menuturkan saat ini baru memasuki pertengahan tahun, masih ada sisa 6 bulan ke depan proses produksi padi yang belum dapat dipastikan. Kendati iklim dan cuaca tahun ini relatif bagus, tetapi tidak dapat dipastikan produksi ke depan berjalan dengan baik. "Kalau mau lebih yakin [stok aman] ya silakan [impor beras]."

Dia memperkirakan produksi padi tahun ini akan mencapai lebih dari 68 juta ton atau naik lebih dari 4% dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi padi 68 juta ton itu jika dikonversikan menjadi beras sekitar 38 juta ton. Sementara itu konsumsi di dalam negeri 34 juta ton, sehingga surplus beras tahun ini 3-4 juta ton.

Namun, surplus produksi beras 3-4 juta ton, katanya, belum dapat diangap aman dari sisi stok nasional. "Sehingga kalau ada wacana impor, bukan berarti tidak ada beras, ada surplus, tetapi tidak secure [aman], kalau mau aman ya surplus 10 juta ton."

Kebutuhan beras nasional sekitar 2,7 juta ton per bulan. Jika surplus beras 10 juta ton, maka dapat memenuhi seluruh kebutuhan rakyat Indonesia selama 3-4 bulan.

Jika dalam periode tertentu terjadi gagal panen total, maka dengan surplus beras 10 juta ton itu akan mampu mensuplai seluruh kebutuhan beras di negeri ini selama 3-4 bulan walaupun tidak ada produksi sama sekali. "Tetapi jangan berharap seperti itu. 10 juta ton itu tingkat aman.