PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: RI Bakal Impor Beras Lagi?

Kamis, 10 Mei 2012

RI Bakal Impor Beras Lagi?

Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) baru saja merilis data bahwa tahun ini Indonesia bakal kembali mengimpor beras sebanyak 1,95 juta ton. Jumlah ini tak jauh berbeda dengan volume impor beras dalam dua tahun terakhir. Pada 2008 dan 2009, Indonesia mengimpor sebanyak 1,8 juta ton dan 1,9 juta ton. Dibandingkan dua tahun terakhir, produksi padi tahun ini diperkirakan relatif lebih baik. Tahun ini pemerintah menargetkan produksi padi sebanyak 68 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik sebanyak 3,2% dari tahun 2011 sebanyak 65,74 juta ton GKG. Sedangkan produksi 2010 sebesar 66,47 juta ton GKG. Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (27/4) menyatakan, meski USDA memprediksi Indonesia bakal mengimpor beras lagi dalam jumlah besar, tapi hingga kini di tingkat pemerintah belum ada pembicaraan secara resmi mengenai hal tersebut. “Dalam rakor ekuin belum ada pembicaraan impor atau tidak. Sebelum ada pembicaraan di rakor ekuin, biasanya akan dibicarakan di tim teknis setelah ada informasi terkini dan evaluasi produksi Januari hingga April,” tutur mantan Kepala BPS tersebut. Dari hasil pemantauan di lapangan, panen padi yang terjadi pada Januari-April cukup baik. Dari sisi produksi year on year, pertumbuhannya di atas 3%. Pemerintah berharap pertumbuhan produksi padi hingga akhir tahun tetap konsisten di angka tersebut. “Jadi, kalau melihat produksi padi, jangan dilihat produksi padi angka ramalan satu saja — yang hanya menghitung produksi Januari-Maret,” katanya. Data Kementerian Pertanian memperkirakan luas panen padi Januari-April seluas 5,715 juta hektare (ha) dengan produksi sebanyak 28,260 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 15,887 juta ton beras. Jika kebutuhan beras selama empat bulan tersebut sebanyak 11,363 juta ton atau sebesar 2,804 juta ton/bulan, maka diperkirakan akan ada surplus beras sebanyak 4,523 juta ton Rusman mengatakan, faktor lain yang bisa dilihat dari membaiknya produksi padi tahun ini adalah penyerapan gabah dan beras oleh Bulog yang 50% di atas tahun lalu pada periode yang sama. Stok Bulog sampai kini mencapai 1,5 juta ton, padahal sudah dikurangi untuk penyaluran beras masyarakat miskin (raskin) ke-13 dan operasi pasar awal tahun yang cukup besar. Jika pada 2012 pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi 3,2%, ungkap Rusman, maka pada 2013 dan 2014 sasaran produksi ditetapkan masing-masing sebesar 6,5%. Meski ada peningkatan dua kali lipat, pemerintah optimis bisa mencapai target tersebut. “Angka tersebut bukan tidak masuk akal. Kita punya pengalaman bisa mencapai pertumbuhan produksi padi di atas 6%, yakni pada 2009 sebesar 6,75%,” tegasnya. Prediksi petani Pemerintah boleh saja optimis tak lagi impor beras. Tapi dari kalangan petani justru menganggap kemungkinan impor beras masih cukup besar. Hal ini karena pertumbuhan produksi padi yang tidak terlalu besar. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir kepada Agro Indonesia mengakui, panen padi pada musim rendeng memang lebih baik dari tahun lalu. “Meski masih ada serangan hama dan penyakit di beberapa tempat, tapi panen kali ini relatif bagus. Bahkan di beberapa tempat sudah ada yang mulai tanam musim gadu,” ujarnya. Namun, dari kalkulasi Winarno, untuk menutupi kebutuhan masih kurang. Sebab, panen tidak melimpah atau terjadi secara bersamaan. Akibatnya harga gabah dan beras di beberapa sentra padi masih cukup tinggi di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Data BPS, selama Maret 2012, rata-rata harga gabah kualitas gabah kering panen (GKP) di petani Rp3.621,41/kg dan di penggilingan Rp3.692,51/kg. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG) di petani Rp4.269,25/kg dan di penggilingan Rp4.360,88/kg. Harga GKP dan GKG tersebut masih di atas Inpres yang diteken Presiden pada 27 Februari lalu. Dalam Inpres No.3/2012, HPP GKP dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10% sebesar Rp3.300/kg di petani dan Rp3.350/kg di penggilingan. Sedangkan harga GKG dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3% Rp4.150/kg di penggilingan dan Rp4.200/kg di gudang Bulog. Sementara HPP beras dengan kualitas kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 2%, dan derajat sosoh minimum 95% sebesar Rp6.600/kg di gudang Bulog. Winarno mengatakan, meski panen berlangsung selama dua hingga tiga bulan, yakni Maret-Mei, tapi tidak bersamaan. Panen bertahap dari mulai Jawa Timur, lalu Jawa Tengah, berlanjut ke Jawa Barat. Bahkan, pada Mei diperkirakan masa panen musim rendeng akan selesai. Karena panen tidak bersamaan, harga gabah di tingkat petani tetap tinggi di atas HPP. “Jadi, meski BPS tidak mengeluarkan secara resmi angka ramalan pertama produksi padi, tapi kenyataan di lapangan tidak bisa dibohongi. Harga terlihat masih tinggi,” katanya. Dengan pertumbuhan produksi padi yang tidak terlalu besar, Winarno memprediksi pengadaan Bulog juga tidak bisa melonjak seperti yang ditargetkan sebesar 4,1 juta ton. Jika Bulog dapat melakukan pengadaan sebanyak 2 juta ton sudah sangat besar. Apalagi tahun lalu, Bulog hanya bisa menyerap sebanyak 1,5 juta ton beras. Data Perum Bulog, pengadaan hingga 27 April sebanyak 1,253 juta ton dari volume kontrak sebesar 1,370 juta ton. Stok Bulog saat ini sebesar 1,643 juta ton. Menurut Winarno, meski masih ada peluang pengadaan pada musim gadu, tapi sangat kecil. Dari pengalaman selama tiga tahun terakhir sulit bagi Bulog membeli gabah saat musim gadu karena harganya akan tinggi. Sebab, petani sedikit yang menjual gabah dan lebih banyak menyimpan. “Kesempatan Bulog untuk melakukan pengadaan adalah pada Maret sampai Mei. Karena itu paling maksimal Bulog hanya bisa menyerap sebanyak 2 juta ton. Jadi kalau ada prediksi Indonesia akan impor lagi sebesar 2 juta ton, itu sangat mungkin,” tuturnya.

Tidak ada komentar: