PT. PAN ASIA SUPERINTENDENCE CABANG BATAM: Kajian Kapasitas Tunda Jual Petani Padi

Senin, 25 Juni 2012

Kajian Kapasitas Tunda Jual Petani Padi

Kapasitas tunda-jual merupakan kemampuan rumahtangga tani dan atau kelompok dalam menahan sementara waktu penjualan hasil panennya. Kapasitas tunda jual terkait dengan watak hasil panen (gabah) sebagai bahan pangan pokok sekaligus sebagai salah satu sumber uang tunai rumahtangga. Karena itu kapasitas tunda jual bisa berorientasi subsisten dan bisa pula komersial.
Kapasitas menunda jual panenan, baik pada tingkat rumahtangga maupun kelompok dipengaruhi secara umum dipengaruhi oleh 1) produktivitas agronomis dan ekonomis dan 2) bentuk-bentuk hubungan produksi yang dominan. Produktivitas agronomis berarti seberapa panjang jangka waktu sawah sanggup diolah dengan hasil optimal. Hal ini dipengaruhi terutama oleh tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air. Lahan sawah yang sanggup ditanami padi untuk dua kali musim tanam padi berarti memberikan lebih banyak kemungkinan petani untuk mendapatkan pasokan gabah.
Produktivitas ekonomis berarti lahan sanggup menghasilkan jumlah panenan yang memungkinkan rumahtangga tani tidak hanya mereproduksi kegiatan produksinya, tetapi juga memperoleh nilai yang melampaui ongkos produksinya. Produktivitas ekonomis lahan terkait dengan luasan rata-rata lahan sawah yang dikelola rumahtangga tani. Semakin luas lahan, kemungkinan untuk mendapatkan nilai yang melampaui ongkos produksi makin besar.
Hubungan produksi berkenaan dengan hubungan antar orang dalam kaitannya dengan faktor-faktor produksi utama seperti lahan garapan dan tenaga-kerja. Hubungan sewa-tunai dalam penguasaan lahan cenderung meningkatkan kebutuhan rumahtangga tani untuk menjual segera panenannya. Sewa-tunai yang dibayar satu atau dua musim sebelum hak olah didapat akan memaksa petani-petani penggarap untuk menjual panenan demi mendapatkan uang-tunai yang akan mengamankan penguasaan hak garapnya. Sewa-tunai juga cenderung meningkatkan berkembangkan sistem pembelian panenan secara tebasan.
Di dalam lembaga tebasan, petani menjual langsung panenan saat padi masih di sawah. Kepastian akan pasokan tenaga-kerja yang segera dan mobil memaksa para penebas untuk tidak mengandalkan pasokan tenaga-kerja dari desa setempat. Dengan demikian buruh-buruh tani desa setempat akan cenderung kehilangan kesempatan mendapatkan tambahan gabah atau pemasukan uang tunai rumahtangganya.
Berbeda dengan sewa-tunai, hubungan bagi-hasil merupakan bentuk hubungan pemanfaatan hak guna usaha dengan pembayaran yang in natura atau setidaknya dilakukan setelah panen, memungkinkan petani penggarap untuk mendapatkan sejumlah tertentu gabah yang bisa disimpan sementara untuk dijual di kemudian hari. Kebutuhan akan uang-tunai di dalam lembaga bagi-hasil tidak mencakup pembayaran hak guna usaha, tetapi terutama untuk ongkos produksi. Karena kebutuhan petani pengarap akan hasil panenan, secara ekonomis lahan-lahan yang dikelola secara bagi-hasil merupakan salah satu sumber perolehan tambahan gabah bagi rumahtangga tani dari satu lingkup ketetanggaan yang sama dengan penggarapnya. Secara sosiologis artinya pemeliharaan ikatan saling bantu di antara penduduk sepertetanggaan bisa terpelihara dan bisa menjadi modal untuk pengembangan pengorganisasian kelompok-kelompok tani setempat.
Kapasitas Tunda Jual di Tingkat Rumahtangga
Kapasitas tunda jual di tingkat rumahtangga tani individual dipengaruhi oleh seberapa banyak rumahtangga mempunyai sumber dan saluran penghidupan di luar gabah. Semakin beragam sumber pendapatan rumahtangga, semakin tinggi pula kemungkinan untuk menunda jual hasil panen. Sebaliknya, semakin rendahnya tingkat keragaman sumber pendapatan, akan makin tinggi pula tingkat penjualan segera hasil panen. Terutama pada waktu-waktu tertentu yang memaksa rumahtangga tani menjual gabah demi uang tunai seperti masuknya musim tanam atau masuknya tahun akademik lembaga pendidikan.
Dalam pandangan sosiogeografis kaum tani, sawah-tegalan-pekarangan merupakan tritunggal tradisional sumber-sumber penghidupan tradisional rumahtangga. Sawah ditempatkan sebagai sumber bahan pangan utama, beras; pekarangan dan tegalan ditempatkan sebagai sumber pasokan bahan bakar harian, pakan ternak, tambahan pangan, dan uang tunai. Dalam konteks kapasitas tunda-jual gabah, faktor produktivitas pekarangan dan tegalan mempengaruhi kesanggupan rumahtangga mendapatkan bahan-bahan penunjang kehidupan rumahtangga, baik yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari maupun, dan terutama, dengan kebutuhan di masa depan atau kebutuhan mendadak yang memerlukan uang tunai cukup besar.
Keragaman sumber pendapatan sendiri dipengaruhi oleh komposisi jender dan usia rumahtangga. Untuk bisa disimpan, gabah panenan harus dijemur. Penjemuran ini tidak hanya memerlukan petak penjemuran, tetapi juga waktu dan tenaga-kerja. Rumahtangga yang hanya terdiri dari suami atau istri tanpa pasangan hidup serta anak-anak yang bisa dikerahkan untuk bekerja cenderung untuk menebaskan panennya. Sementara rumahtangga dengan banyak tenaga-kerja, mungkin akan bisa menunda jual hasil panen karena punya sumberdaya untuk menjemur gabah. Komposisi usia mempengaruhi secara relatif tingkat kebutuhan akan uang tunai juga. Rumahtangga dengan anak-anak usia sekolah memerlukan pasokan uang tunai yang relatif rutin sehingga seringkali dipaksa untuk menjual segera hasil panen yang diperolehnya.
Rumahtangga yang boleh dikatakan berhasil menunda jual hasil panen bahkan hingga beberapa minggu menjelang masuknya musim tanam pertama (Nopember-Desember) ialah rumahtangga tani dengan ragam sumber perolehan uang tunai yang relatif tetap seperti pegawai negeri yang juga menggarap lahan dan mengelola tegalan serta pekarangannya sedemikian rupa bisa menjadi sumber uang tunai musiman yang memadai memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga.
Kapasitas Tunda Jual Kolektif
Pada tingkat kehidupan kolektif, kapasitas tunda jual kolektif dipengaruhi oleh 1) sense of crisis kolektif, 2) kebiasaan kolektif dalam kaitannya dengan penyimpanan sebagian hasil panen, 3) keberadaan kelompok-kelompok yang mendorong kebiasaan menunda jual panenan.
Pada tingkat kolektif, pengalaman akan krisis-krisis subsistensi seperti kemarau panjang yang mengurangi pasokan cadangan gabah bisa menumbuhkan kesadaran akan krisis (sense of crisis). Apabila disertai oleh pengorganisasian diri kelompok pertetanggaan yang baik serta keeratan sosial yang terpeliharan melalui kebiasaan kolektif, sense of crisis ini bisa menjadi pendorong warga untuk menciptakan mekanisme penyimpanan hasil panen sebagai lumbung penjaminan kolektif akan krisis subsistensi. Praktik-praktik lumbung paceklik yang sudah lama terbangun di tingkat pertetanggaan merupakan contoh dari bentuk pengorganisasian diri kaum tani yang bisa dikembangkan lebih lanjut untuk peningkatan kapasita tunda jual di tingkat kolektif.
Karena hasil panen juga berkedudukan sebagai sumber uang tunai, maka kapasitas tunda jual kolektif dipengaruhi oleh keragaman sumber pendapatan rumahtangga tani di desa. Tingkat migrasi sementara di antara golongan usia muda untuk bekerja sebagai buruh bangunan di kota-kota menunjukkan bahwa sumber pendapatan di desa tidak mencukupi. Watak produksi pertanian yang jeda tanpa kerja-kerja pertaniannya cukup tinggi mungkin merupakan salah satu sebab penting migrasi keluar ini. Selain, tentu saja, tingkat upah yang tergolong rendah untuk kerja-kerja pertanian dan lemahnya perkembangan industri pedesaan merupakan sebab penting juga.

Tidak ada komentar: